PENDAHULUAN


A.      Pendahuluan
       Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakain mendorong upaya-upaya pembaharuan dalam pemamfaatan hasil teknologi dalam proses belajar. Para guru dituntut agar mampu menggunakan alat-alat yang di sediakan oleh sekolah, dan tidak tertutup kemunkinan bahwa alat-alat tersebut sesuai dengan perkembangan dan tuntutan zaman.Guru  dapat menggunakan alat yang murah dan efisien yang  meskipun sederhana dan bersahaja tetapi merupakan keharusan dalam upaya mencapai tujuan pengajaran yang diharapkan. Di samping itu, guru juga dituntut untuk dapat mengembangkan keterampilan membuat media pembelajaran yang akan digunakan apabila media tersebut belum tersedia.[1]
       Adapun tujuan belajar yang utama ialah bahwa apa yang di pelajari itu berguna di kemudian hari, yakni membantu kita untuk dapat belajar terus dengan cara yang lebih mudah. Hal ini di kenal dengan teransfer belajar. Dalam teori belajar di bedakan transfer mengenai unsur-unsur identik atau sama, jadi transfer dalam hal-hal spesifik. [2]
       Dalam proses belajar dapat di bedakan tiga fase atau episode, yakni: informasi transformasi, dan evaluasi. Ketiga efisode ini selalu terdapat.Yang menjadi masalah ialah berapa banyak informasi di perlukan agar dapat di transformasi. Lama tiap episode tidak selalu sama. Hal ini antara lain juga bergantung pada hasil yang di perlukan, motifasi murid belaja, melihat, keinginan untuk mengetahui dan dorongan untuk menemukan sendiri.[3]
B.       Rumusan masalah
1.      Bagaimana pentingya guru dalam menggunakan media?
2.      Bagaimana pengertian media dalam proses belajar mengajar?
3.      Bagaimana proses belajar mengajar dalam menggunakan media?

PEMBAHASAN


A.      Pentingnya Guru Dalam Menggunakan Media
       Dalam kepentingan guru khususnya dalam proses belajar mengajar yang di tandai dengan seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang maka pemerintah mengeluarkan sebuah alat yang digunakan oleh seorang guru dalam proses belajar mengajar. Maka dari itu guru harus memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pembelajaran yang di keluarkan oleh pemerintah, media pembelajaran ini meliputi:
1.      Media sebagai alat komunikasi guna lebih mengefektifkan proses belajar mengajar.
2.      Fungsi media dalam rangka mencapai tujuan pendidikan.
3.      Seluk beluk proses belajar.
4.      Hubungan antara metode mengajar dan media pendidikan .
5.      Nilai atau mampaat media pendidikan dalam pengajaran.
6.      Pemilihan dan penggunaan media pendidikan.
7.      Berbagai jenis alat dan teknik media pendidikan.
8.      Media pendidikan dalam setia mata pelajaran.
9.      Usaha inovasi dalam media pendidikan.
B.       Pengertian Media
       Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang secara harpiah berarti “tengah, perantara, atau pengantar.”Dalam bahasa Arab, media adalah perantara (wasaila) atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan.Gerlac & Ely (1971) mengatakan bahwa media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi, atau kejadian yang membagun kondisi yang  membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan atau sikap. Dalam pengertian ini guru, buku teks, dan lingkungan sekolah merupakan media. Secara lebih khusus, pengertian  media dalam proses belajar mengajar cenderung di artikan sebagai alat-alat grafis, photografis, atau elektronis untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual atau verbal.[4]
       Proses belajar mengajar itu terjadi karena adanya interaksi antara seseorang dengan lingkungannya. Apabila proses belajar mengajar itu diselenggarakan secara formal di sekolah, tidak lain ini di maksudkan untuk mengarahkan perubahan pada diri siswa secara terencana, baik dalam aspek pengetahuan, keterampilan, maupun sikap. Interaksi yang terjadi selama proses belajar tersebut dipengaruhi oleh lingkungannya, yang antara lain terdiri atas merid, guru, petugas perpustakaan, kepala sekolah, bahan atau matri pelajaran (buku, modul, selebaran, majalah, rekaman video atau audio, dan sejenisnya), dan berbagai sumber belajar dan fasilitas (proyektor overhead, perekam pita audio dan video, radio, televisi, komputer, perpustakaan, laboratorium, pusat sumber belajar, dan lain-lain.
       Dengan demikian, kalau ada teknologi pengajaran misalnya, maka itu akan membahas masalah bagaimana kita memakai media dan alat bantu dalam proses mengajar agama, akan membahas masalah keterampilan, sikap, perbuatan dan strategi mengajarkan agama.
       Berdararkan uraian beberapa batasan tentang media di atas, berikut di kemukakan ciri-ciri umum yang terkandung pada setiap batasan itu.
1.      Media pendidikan memiliki pengertian fisik yang dewasa ini dikenal sebagai hardware (perangkat keras), yaitu sesuatu benda yang dapat dilihat, didengar atau di raba dengan pancaindra.
2.      Media pendidikan memiliki pengertin nonfisik yang dikenal sebagai software (perangkat lunak), yaitu kandungan pesan yang terdapat dalam perangkat keras yang merupakan isi yang ingin disampaikan kepada siswa.
3.      Penekanan  media pendidikan terdapat pada visual dan audio.
4.      Media pendidikan memiliki pengertian alat bantu pada proses belajar baik di dalam maupun di luar kelas.
5.       Media pendidikan digunakan dalam rangka komunikasi dan interaksi guru dan siswa dalam proses pembelajaran.
6.      Media pendidiakan dapat digunakan secara massal (misalnya: radio, televisi), misalnya film, slide, video, OHP), atau perorangan (misalnya modul, komputer, radio, tape/kaset, video, recorder).
7.      Sikap, perbuatan, organisasi, strategi, dan manajemen yang berhubungan dengan penerapan suatu ilmu.
1.        Landasan Teoritis Penggunaan Media Pendidikan
       Pemorolehan pengetahuan dan keterampilan, perubahan-perubahan sikap dan prilaku dapat terjadi karena interaksi antara pengalaman baru dengan pengalaman yang pernah di alami sebelumnya.Menurut Bruner (1966:10-11) ada tiga tingkatan modus belajar, yaitu pengalaman langsung membuat simpul. Pada tingkatan kedua yang di beri label (iconic), dan pengalaman absrak (symbolic). Pengalaman langsung adalah mengerjakan, misalnya arti kata simpul dipahami dengan langsung membuat simpul.Pada tingkatan kedua yang di beri label iconic (artinya gambar atau image), kata simpul di pelajari dari gambar, lukisan, foto, atau film. Meskipun siswa belum pernah mengikat tali untuk membuat’simpul’mereka dapat mempelajari dan memahaminya dari gambar,lukisan ,foto, atau film. Selanjutnya, pada tingkatan symbol, siswa membaca (atau mendengar) kata ’simpul’ dan mencoba mencocokkannya dengan pengalamannya membuat ‘simpul’ pada image mental atau mencocokkannya dengan pengalamannya membuat ‘simpul’ ketiga tingkat pengalaman ini saling berintraksi dalam upayah memperoleh ‘pengalaman’(pengetahuan’keterampilan' atau sikap ) yang baru.
       Tingkatan pengalaman pemerolehan hasil belajar seperti itu digambarkan oleh Dale (1969) sebagai suatu proses komunikasi.Materi yang ingin disampaikan dan diinginkan siswa dapat menguasainya di sebut sebagai pesan. Guru sebagai sumber pesan menuangkan pesan ke dalam symbol-simbol (encoding) dan siswa sebagai penerima menapsirkan symbol-simbol tersebut sehingga di pahami sebagai pesan (decoding). Cara pengolahan pesan oleh guru dan murid.[5]



2.        Ciri-ciri media pendidikan
       Gerlach & Ely (1971) mengemukakan tiga ciri media yang merupakan petunjuk menggapa media di gunakan dan apa-apa saja yang dilakukan oleh media yang munkin guru tidak mampu (atau kurang efisien) melakukannya.
a.       Ciri Fiksatif (fixative Property)
Ciri ini menggambarkan kemampuan media merekam, menyimpan, melestarikan, dan merekonstruksi suatu pristiwa atau obyek.Suatu peristiwa atau obyek dapat diurut atau disusun kembali dengan media seperti fotografi, video tape, audio tape, disket komputer, dan film.Ciri ini amat penting bagi guru karena kejadian-kejadian atau obyek yang lebih di rekam atau di simpan dengan format media yang ada dapat di gunakan setiap saat.
b.      Ciri manipulatif (manifulative property)
Transformasi suatu kejadian atau obyek di munkinkan karena media memiliki ciri manipulatif.Kejadian yang memakan waktu berhari-hari dapat di sajikan kepada siswa dalam waktu dua atau tiga menit dengan teknik pengambilan gambar time-lapse recording.
c.       Ciri distributif  (distributive property)
Ciri distributife dari media memunkinkan suatu obyek atau kejadian ditransportasikan melalui  ruang, dan secara bersamaan kejadian tersebut disajaikan kepada sejumlah besar siswa dengan stimulus pengalaman yang relatif sama mengenai kejadian itu. [6]
C.    Proses belajar mengajar menggunakan media
       Proses belajar mengajar menurut Jerome S. Bruner ada empat pokok utama yang di bahas dalam konperensi ini, yakni:
1)      Peranan struktur dalam belajar dan Cara untuk mengutamakanya dalam mengajar. Tiap mata pelajaran atau disiplin mempunyai struktur tertentu. Struktur itu terdiri atas konsep-konsep pokok. Bila struktur itu di kuasai, maka banyak hal-hal lain yang berhubungan dengan itu dapat di pahami maknanya. Memahami struktur itu akan mempengaruhi cara berpikir seseorang sepanjang hidupnya, karena dapat di-transfer pada hal-hal lain.
2)      Kesiapan untuk mempelajari sesuatu. Anggapan yang keliru tentang masa kesiapan anak untuk mempelajari sesuatu menimbulkan kerugian yang besar dalam perkembangan anak. Kesiapan ini ternyata jauh lebih cepat dari pada yang di duga sebelumnya. Bahkan dianggap bahwa dasar-dasar suatu mata pelajaran dapat diajarkan kepada setiap anak  pada setiap usia dalam suatu bentuk tertentu.
3)      Hakikat intuisi dalam proses belajar. Intuisi adalah kemampuan mental untuk menemukan hipotesis pemecahan masalah tanpa melalui langkah-langkah analisis. Intuisi memegan peranan penting dalam berfikir produktif, bukan hanya disiplin akademis, melainkan juga dalam menghadapi masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari. Dengan intuisi kita membuat lompatan pikiran kearah pemecahan masalah itu. Dalam prinsipnya, berfikir secara ilmiah atau kegiatan intelektual seseorang ilmuan sama dengan kegiatan intelektual yang dilakukan oleh murid kelas III SD.
4)      Dorongan atau motivasi belajar dan cara untuk membangkitkannya. Secara ideal seorang anak harus mempunyai minat untuk sesuatu agar ia belajar  dengan sungguh-sungguh. Minat serupa ini jauh lebih baik daripada dorongan yang timbul karena tujuan-tujuan yang ekstrinsik seperti mencapai angka yang baik, saingan dengan mired lain, dan sebagainya. Namun perlu di selidiki bagaimana caranya untuk membangkitkan minat serupa itu.

       Namun ada dua pendapat, yang manakah yang harus di utamakan, guru atau alat pelajaran. Bila guru di beri peranan utama, jadi guru sebagai orang yang menentukan cara belajar, alat yang digunakan, maka guru perlu mendapat pendidikan yang mendalam tentang bahan yang diajarkannnya serta metode mengajar. Bila guru di beri peranan sebagai komentator yang memberi penjelasan tentang bahan yang telah disediakan dalam bentuk film, rekaman, pelajaran berprogram, dan sebagainya.
       Selanjutnya akan kami beri urain yang lebih lanjut tentang pokok-pokok yang telah di kemukakan di atas.


Pentingnya Struktur
       tujuan belajar yang utama ialah bahwa apa yang di pelajari itu berguna di kemudian hari, yakni membantu kita untuk dapat belajar terus dengan cara yang lebih mudah. Hal ini di kenal dengan transfer belajar. Dalam teori belajar dibedakan transfer mengenai unsur-unsur yang identik atau sama, jadi transfer dalam hal-hal yang spesifik. Transfer yang lain ialah yang tidak spesifik, yakni transper prinsip-prinsip dan sikap umum atau konsep umum yang merupakan dasar untuk mengenal masalah-masalah lain sebagai masalah khusus dalam rangka prinsif umum yang telah di kuasai. Transfer inilah yang menjadi inti dalam proses belajar.
       Tujuan pelajaran bukan hanya penguasaan prinsif-prinsif yang fundamental itu, melainkan juga mengembangkan sikap yang positif terhadap belajar, penelitian dan penemuan serta pemecahan masalah atas kemampuan sendiri.Menyajikan konsep-konsep  yang fundamental saja tidak dengan sendirinya menimbukan sikap demikian. Masih perlu penelitian dalam soal ini. Namun dianggap bahwa proses menemukan sendiri akan menimbulkan sikap demikian.
Kesiapan Untuk Belajar
       Pendirian yang terkenal yang dikemukakan oleh J. Bruner ialah, bahwa setiap mata pelajaran dapat di ajarkan dengan efektif dalam bentuk yang jujur seara intelektual kepada setiap anak dalam setiap tingkat perkembanganya.Pendiriannya ini didasarkannya sebagian besar atas penelitian Jean Pianget tentang perkembangan intelektual anak. Berhubung dengan itu akan kita bicarakan tentang perkembangan intektual anak, perbuatan belajar, dan kurikulum “spiral”.
Perkembangan Intektual Anak
       Menurut penelitian J. Pianget, perkembangan intektual anak dapat di bagi dalam tiga taraf.
1.      Fase pra-operasional, sampai usia 5-6 tahun, masa pra-sekolah, jadi tidak berkenaan dengan anak sekolah. Pada taraf ini ia belum dapat mengadakan perbedaan yang tegas antara perasaan dan motif pribadinya dengan realitas dunia luar.
2.      Fase operasi konkrit, dengan oprasi dimaksud usaha untuk memperoleh data tentang dunia realitas dan mengubahnya dalam pikiran kita sedemikian rupa sehingga dapat di susun atau diorganisasi dan digunakan secara selektif dalam pemecahan masalah-masalah.  Pada taraf ke-2 ini operasi itu ‘internalized’ artinaya dalam menghadapi suatu masalah ia tidak perlu memecahkannya dengan percobaan dan perbuatan yang nyata; ia telah dapat melakukannya dalam piirannya. Internalisasi ini sangat penting karena dengan itu ia telah memiki sistem simbolis yang menggambarkan dunia ini. Namun pada taraf operasi konkrit ini ia hannya dapat  memecahkan masalah yang langsung dihadapinya secara nyata atau konkrit ini ia hannya dapat memecahkan masalah yang langsung dihadapinya secara nyata.
3.      Fase operasi formal, pada taraf ini anak itu telah sanggup   beroprasi berdasarkan kemunkinan hipotesis dan tidak lagi di batasi oleh apa yang berlangsung di hadapinya atau apa yang telah di alaminya sebelumnya.
Implikasi Bagi Pengajaran
       Padafase operasi konkit anak telah sanggup untuk memahami banyak konsep matematika, ilmu pengetahuan alam, dan ilmu-ilmu sosial secara intuitif dan konkrit.
       Yang penting sekali untuk dipertimbangkan dalam mengajarkan konsep-konsep pokok ialah membantu anak itu secara berangsur-angsur dari berfikir konkrit ke arah berfikir secara konsepsional.Akan tetapi mengajarkan secara formal, seperti banyak dilakukan dalm matematika, ialah menyajikannya dalam bentuk formal-logis yang belum sesuia dengan taraf perkembangan intelektualnya.
Proses belajar
       Menurut Bruner  dalam proses belajar dapat di bedakan 3 fase atau episode yakni, informasi, transformasi, dan evaluasi.
Informasi.Dalam tiap pelajaran kita peroleh sejumlah informasi, ada yang menambah pengetahuan yang telah kita miliki, ada yang memperhalus dan memperdalamnya, ada pula informasi yang bertentangan dengan apa yang telah kita ketahui sebelumnya misalnya bahwa tidak ada energy yang lenyap.
Transformasi.Informasi itu harus di analisis, di ubah atau di transformasikedalam bentuk yang lebih abstrak atau konseptual agar dapat digunakan untuk hal-hal yang lebih luas.
Evaluasi.Kemudian kita nilai hingga manakah pengetahuan yang kita peroleh dan transpormasi itu dapat di mamfaatkan untuk memahami gejala-gejala lain.
       Dalam proses belajar mengajar ketiga evisode ini selalu terdapat. Yang menjadi masalah ialah berapa banyak informasi yang di perlukan agar dapat ditranspormasi.
Kurikulum “spiral”
       Kepada anak-anak dapat kita ajarkan setiap mata pelajaran dalam bentuk yang sesuai dengan taraf perkembagan mereka pada setiap tingkat usia. Kurikulum dapat di pusatkan pada masalah-masalah penting, pada perinsif-prinsif, dan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh masyarakat, yang harus dimliki oleh setiap warga.
Berpikir intuitif dan berpikir analitis
       Ahli matematika, fisika, biologidan ilmuan lainnya menekankan nilai intuisi dalam pemecahan masalah. Seorang dikatakan berpikir intuitif, bila ia telah memikirkan suatu soal dan secara tiba-tiba melihat pemecahannya. Disamping itu dikatakan bahwa seorang berpikir intuitif, bila ia dengan cepat dapat mengemukakan terkaan-terkaan yang baik dan tepat.
       Berpikir analitis berlangsung selangkah demi selangkah. Tiap langkah itu tegas dan dapat dijelaskan kepada orang lain. Berpikir dilakukan dengan penuh kesadaran akan informasi dan operasi yang terlihat. Sebaliknya berpikir intuitif tidak berlangsung menurut langkah-langkah yang tegas.Ia menemukan jawabannya tampa disadari proses apa yang di ikutinya, informasi apa yang digunakannya dan tidak dapat menjelaskan kepada orang lain bagaimana ia mendapat jawaban itu.
Variable-variabel dalam berpikir intuitif
       Diduga bahwa intuisi dapat di pengaruhi oleh faktor-faktor tertentu, sehingga seorang dapat berfikir intuitif dalam bidang tertentu akan tetapi tidak dalam bidang lain. Apa dan bagaimana mempengaruhi intuisi belum diketahui namun dianggap bahwa variable-variabel yang berikut dapat mempengaruhinya.
-          Apakah tidak munkin murid berpikir intuitif atas pengaruh guru?
-          Faktor guru
-          Penguasaan bahan
-          Struktur pengetahuan
-          Prosedur heuristik 
-          menerka
Kepercayaan akandiri sendiri
       Dalam pelaksanaan kurikulum kita tidak hannya mempertimbangkan apa yang harus diajarkan, bagaimana cara mengajarkannya, akan tetapi juga tujuan yang akan dicapai dan faktor anak itu sendiri, khususnya minat anak untuk pelajaran.
       Cita-cita untuk mengejar ‘excenllence’ atau keunggulan dapat memusatkan perhatian kepada anak-anak yang berbakat, pada hal semua anak harus mendapat perhatian yang sama. Selai itu keunggulan hendaknya jangan hannya dicapai dalam bidang inetelektual, akan tetapi juga dalam bidang-badang kesenian, kesusteraan, dan lain-lain. Kepada semua jenis bakat harus diberi perhatian yang sewajarnya.
       Motivasi untuk belajar  sering di usahakan melalui angka-angka, kenaikan kelas, ujian-ujian. Hingga manakah cara-cara seperti itu mampu memupuk minat yang berkepanjangan terhadap pelajaran?Untuk tujuan jangka pendek mudah di bangkitkan minat dengan berbagai alat audio visual pada pelajar yang sudah biasa menonton saja secara pasif.Yang perlu diusahakan ialah timbulnya minat jangka panjang yang bersifat intrinsik.
       Untuk mempertinggi tingkat intelektual timbul usaha mencapai ‘excellence’ atau keunggulan yang di beri nama “meritocracy” yakni membentuk elite intelektual berdasarkan prestasi akademis, atau sistem yang memberi kedudukan istimewa dan kepeminpinan kepada golongan itu. Sistem merintoraksi ini dimaksud untuk mencegah ketinggalan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang dapat mengancam keamanan Negara dan bangsa.
Alat-alat mengajar
       Jerome Brunermembagi alat instruksional dalam 4 macam menurut fungsinya.
1.      Alat untuk menyampaikan pengalaman “vicarious”, yaitu menyajikan bahan kepada murid-murid yang sedianya tidak dapat mereka peroleh dengan pengalaman langsung yang lazim di sekolah. Ini dapat dilakukan melalui film, TV, rekaman suara, dann lain-lain. “vicarious” berarti sebagai subtitusi atau pengganti pengalaman yang langsung.
2.      Alat model yang dapat memberikan pengertian tentang struktur atau prinsip, atau struktur pokok.
3.      Alat dramatisasi, yakni yang mendramatisasikan sejarah suatu peristiwa atau tokoh, film tentang alam yang memperlihatkan perjuangan untuk hidup, untuk memberi pengertian tentang suatu ide atau gejala.
4.      Alat automatisasi, seperti “teaching machine” atau pelajaran berprograma, yang menyajikan suatu masalah dalam urutan yang teratur dan memberi balikan atau feedback tentang responds murid. Alat ini dapat meringankan bebas guru tidak akan dapat mengantikannay aseperti halnya dengan buku. Selain itu alat ini segera memberikan feedback dan memberi jalan untuk memperbaiki kesalahan yang di buat oleh murid.

       Namun alat pendidikan yang paling utama ialah guru itu sendiri.Apakah peranan guru itu?
1.      Mengkomunikasikan  pengetahuan. Guru harus memiliki pengetahuan yang mendalam tentang bahan yang diajarkannya. Pendidikan guru memegan peranan yang pentingdalam peningakatan mutu guru degan menseleksi calon guru, materi pendidikan yang lebih baik tentang bidang studi pilihanya, menyediakan latihan praktek mengajar di bawa pinpinan guru yang berpengalaman, latihan in-service, pelajaran jarak jauh untuk memekihara mutu guru.
2.      Guru sebagai model. Jika guru sendiri tidak melihat keindahan dan mamfaat mata pelajaran yang di ajarkannya, jangan diharapkannya  bahwa anak-anak akan menunjukkan entusiasme untuk mata pelajaran itu. Guru yang tidak menunjukkan keberanian untuk berpikir intuitif, tidak pula membina anak-anak yang mempunyai keberanian itu.
3.      Selain itu guru juga menjadi model sebagai pribadi, apakah ia disiplin, cermat berpikir, mencintai mata pelajarannya, atau yang mematikan idealismedan picik dalam pandangannya.
       Whitehead, pernah mengatakan bahwa pendidikan harus memberi kesempatan untuk menyaksikan tokoh-tokoh besar yang bertalian dengan pendidkan.Akan tetapi tidak mudah untuk menarik orang-orang besar ke dalam profesi keguruan.
       Jadi secara singkat guru dapat berperang sebagai komunikator, model, dan tokoh identifikasi.Antara guru dan alat-alat intruksional tidak terdapat pertentangan. Mutu pendidikan tidak dengan sendirinya akan meningkat dengan dibelinya alat-alat intruksional yang mutakhir mahal. Alat-alat itu hannya akan bermanfaat dalam tangan guru yang terampil dan bijaksana.
       Belajar berdasarkan sumber atau “resource-based learning” bukan sesuatu yang berdiri sendiri, melainkan bertalian dengan sejumlah  perubahan-perubahan yang mempengaruhi pembinaan kurikulum. Perubahan-perubahan itu mengenai:
1.      Perubahan dalam sifat dan pola ilmu pengetahuan manusia
2.      Perubahan dalam masyarakat dan tafsiran kita tentangtuntutannya.
3.      Perubahan tentang pengertian kita tentang anak dan caranya belajar .
4.      Perubahan dalam media komunkasi.

       Sumber yang sejak lama digunakan dalam proses belajar-mengajar adalah buku-buku dan hinggan sekarang buku-buku masih memegan peranan yang penting. Oleh sebab itu ahli perpustakaan mendapat peranan yang penting sekali dalam “resource-based learning” ini. Kerja sama antara guru dan ahli perpustakaan menjadi syarat mutlak. Di samping itu para ahli perpustakaan harus mendapat pendidkan khusus untuk menjalankan peranannya itu. Guru dan ahli perpustakaan harus saling mengenal  keahlian dan kemampuan masing-masing.[7]
      

[1]Sudiyono, Ilmu Pendidikan Islam Jilid I, (cet; I Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2009),hal. 2
[2]Nasution, Berbagai Pendekatan  Dalam  Proses  Belajar  Mengajar, (cet; XIV Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2010), hal. 3
[3] Ibid, Nasution, hal, 9
[4]Sudiono, op.cit.hal. 2- 3
[5]Ibid, hal. 7-9
[6]Ibid, hal. 12-14
[7]Nasution, op.cit, hal. 1-19

0 Silahkan Berkomentar Blogger 0 Facebook

Post a Comment

Sampaikanlah kritik dan saran anda yang bersifat membangun di kolom komentar untuk kesempurnaan dan kenyamanan anda dalam membaca. Terima kasih atas kerja samanya.

 
Copyright © 2014 -. Member Blog ( Mb ) All Rights Reserved. Powered by Blogger
Privacy Policy Top