PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Untuk menentukan dan melihat keberhasilan peserta
didik maka dapat ditunjau dari kemampuan peserta didik terhadap KKM. Kriteria
ketuntasan minimal (KKM) adalah kriteria paling rendah untuk menyatakan peserta
didik mencapai ketuntasan. Penetapan kriteria minimal ketuntasan belajar
merupakan tahapan awal pelaksanaan penilaian hasil belajar sebagai bagian dari
langkah pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Kurikulum berbasis
kompetensi yang menggunakan acuan kriteria dalam penilaian, mengharuskan
pendidik dan satuan pendidikan menetapkan kriteria minimal yang menjadi tolak
ukur pencapaian kompetensi. Oleh karena itu, diperlukan panduan yang dapat
memberikan informasi tentang penetapan kriteria ketuntasan minimal yang
dilakukan di satuan pendidikan.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Apa
yang dimaksud dengan KKM?
ü fungsi KKM?.
ü Ketentuan
penetapan KKM?
ü Yang
berhak dalam membuat dan menyusun KKM?
ü Langkah-langkah
penetapan KKM?
2.
langkah-langkah
pelaksanaan penilaian kelas
PEMBAHASAN
A. KKM
(KRETERIA KETUNTASAN MINIMAL)
1.
PENGERTIAN
Istilah kriteria dalam penilaian sering juga
disebut sebagai tolak ukur atau standar. Kriteria, tolak ukur, standar
adalah sesuatu yang digunakan sebagai patokan atau batas minimal untuk
sesuatu yang diukur.[1] Kriteria Ketuntasan
Minimal adalah salah satu prinsip penilaian pada kurikulum berbasis
kompetensi, yakni menggunakan kriteria tertentu dalam menentukan kelulusan
peserta didik. Kriteria yang digunakan adalah nilai yangpaling rendah untuk
menyatakan peserta didik mencapai ketuntasan. Kriteria
Ketuntasan Minimal biasanya menggunakan sepuluh jenjang penilaian yaitu dari 1
sampai 10 atau dari 1 sampai 100.
2.
FUNGSI
Fungsi
pembuatan KKM adalah:
a.
Memudahkan evaluator (guru) dalam melakukan
penilaian terhadap objek yang akan
dinilai karena ada patokan yang diikuti.
b.
Untuk menjawab dan mempertanggungjawabkan hasil
penilaian yang sudah dilakukan.
c.
Untuk mengekang masuknnya unsur subjektif yang ada
pada diri penilai.
d.
Dengan adanya KKM, maka hasil evaluasi akan sama
meskipun dilakukan dalam waktu yang berbeda dan dalam kondisi fisik penilai
yang berbeda pula.
e.
Memberikan arahan kepada evaluator (guru) apabila
evaluatornya lebih dari satu.[2]
3.
KETENTUAN PENETAPAN KKM.
Dalam penetapan nilai ketuntasan belajar minimum
dilakukan melalui analisis ketuntasan minimum pada setiap indikator, KD dan SK.
Ketuntasan belajar ideal untuk setiap indikator adalah 1-100 %, dengan
batas minimal ideal minimum 75 %. Dalam menetapkan KKM sekolah harus
mempertimbangkan kompleksitas, kemampuan rata-rata siswa, dan Sumber Daya
pendukung.[3]
a. Tingkat kompleksitas
(kerumutan dan kesulitan) setiap indikator, KD dan SK per mata pelajaran yang
harus dicapai siswa. Tingkat kompleksitas tinggi maka akan menuntut kemampuan
berfikir tingkat tinggi, penalaran dan kecermatan siswa. Semakin tinggi tingkat
kompleksitas mata pelajaran maka semakin sulit untuk dicapai, sehingga
rata-rata nilainya sangat rendah.
Semakin rendah tingkat kompleksitas mata pelajaran maka semakin mudah
untuk dicapai sehingga rata-rata nilainya semakin tinggi.
b. Tingkat
kemampuan (intake) rata-rata siswa pada sekolah/madrasah yang
bersangkutan. Kondisi rata-rata kemampuan peserta didik dijadikan acuan
standar keberhasilan pembelajaran. Semakin tinggi rata-rata kemampuan
peserta didik, maka semakin mudah untuk mencapai hasil belajar sehingga
nilainya sangat tinggi. Semakin rendah rata-rata kemampuan peserta didik
maka semakin sulit untuk dapat mencapai sehingga nilai rata-ratanya sangat
rendah.
c. Kemampuan
sumber daya pendukung dalam penyelenggaraan pembelajaran pada masig-msaing
sekolah/madrasah. Semakin tercukupi sumber daya baik yang berupa sumber daya
manusia maupun yang lainnya, semakin tinggi tingkat keefektifan pembelajaran.
Semakin tinggi tingkat ketercukupan dan kesesuaian daya dukung sekolah/madrasah
maka semakin mudah mencapai hasil belajar sehngga nilainya sangat tinggi.
Semakin rendah tingkat ketercukupan dan kesesuaian daya dukung sekolah/madrasah
maka semakin sulit untuk mencapai hasil belajar yang ditetapkan sehingga
rata-rata nilainya sangat rendah.[4]
E. Mulyasa juga menegaskan bahwa pembelajaran dikatakan berhasil dan
berkualitas apabila telah mencapai 75% dari jumlah kompetensi yang disampaikan.
Peserta didik harus terlibat secara aktif baik dalam fisik, mental maupun
sosial dalam proses pembelajaran, serta menunjukkan semangat belajar yang besar
dan percaya pada diri sendiri.[5]
4.
YANG BERHAK MENYUSUN KKM
KKM atau tolak ukur sebaiknya dibuat bersama dan
sebaiknya dibuat oleh orang-orang yang membutuhkannya atau menggunakannya,
yaitu calon evaluator, dengan maksud agar pada waktu menerapkannya tidak ada
masalah karena mereka telah memahami, bahkan tau apa yang melatar belakanginya.[6]
Kriteria
ketuntasan minimal ditetapkan oleh satuan pendidikan berdasarkan hasil
musyawarah guru mata pelajaran di satuan pendidikan atau beberapa satuan
pendidikan yang memiliki karakteristik yang hampir sama. Pertimbangan pendidik
atau forum MGMP secara akademis menjadi pertimbangan utama penetapan KKM.
Kriteria ketuntasan menunjukkan persentase tingkat pencapaian kompetensi
sehingga dinyatakan dengan angka maksimal 100 (seratus). Angka maksimal 100
merupakan kriteria ketuntasan ideal. Target ketuntasan secara nasional
diharapkan mencapai minimal 75. Satuan pendidikan dapat memulai dari kriteria
ketuntasan minimal di bawah target nasional kemudian ditingkatkan secara
bertahap.
5. LANGKAH-LANGKAH
PENETAPAN KKM
Penetapan KKM dilakukan oleh guru atau kelompok
guru mata pelajaran. Langkah penetapan KKM adalah sebagai berikut:
1.
Guru atau kelompok guru menetapkan KKM mata
pelajaran dengan mempertimbangkan tiga aspek kriteria, yaitu kompleksitas. Hasil
penetapan KKM indikator berlanjut pada KD, SK hingga KKM mata pelajaran;
2.
Hasil penetapan KKM oleh guru atau kelompok guru
mata pelajaran disahkan oleh kepala sekolah untuk dijadikan patokan guru dalam
melakukan penilaian;
3.
KKM yang ditetapkan disosialisaikan kepada pihak-pihak
yang berkepentingan, yaitu peserta didik, orang tua, dan dinas pendidikan;
4.
KKM dicantumkan dalam LHB pada saat hasil penilaian
dilaporkan kepada
orang tua/wali peserta didik.
Pedoman yang selanjutnya dikenal dengan istilah
Kriteria Ketuntasan Minimal atau sering disingkat dengan KKM ini, dikonstruk
dari berbagai hal yang mana hal tersebut berkaitan erat dengan faktor yang
harus dilibatkan dalam mencapai kompetensi di setiap mata pelajaran. Hal
tersebut antara lain: tingkat kesukaran materi, sarana yang tersedia dan
kemampuan siswa. Berikut adalah langkah-langkah dalam menentukan Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM):
1.
Hitunglah
jumlah Kompetensi Dasar (KD) setiap mata pelajaran setiap kelas.
2.
Tentukan
kekuatan/ nilai untuk setiap aspek / komponen sesuai dengan kemampuan
masing-masing aspek.
3.
Aspek
kompleksitas. Semakin komplek (sukar) KD maka nilainya semakin rendah, dan
semakin mudah KD maka nilainya semakin tinggi.
4.
Aspek
sumber daya pendukung (sarana). Semakin tinggi sumber daya pendukung maka
nilainya semakin tinggi.
5.
Aspek
intake. Semakin tinggi kemampuan awal siswa (intake) maka nilainya semakin
tinggi pula.
6.
Jumlah
nilai setiap komponen, selanjutnya dibagi tiga untuk menentukan KKM setiap KD.
7.
Jumlahkan
seluruh KKM KD, selanjutnya dibagi dengan jumlah KD untuk menentukan KKM mata
pelajaran
8.
KKM
setiap mata pelajaran pada setiap kelas tidak sama, tergantung pada
kompleksitas KD, daya dukung, dan potensi siswa.
Berikut
contoh tabelnya:
Aspek
yang dianalisis
|
Kriteria
dan Skala Penilaian
|
||
Kompleksitas
|
Tinggi < 65
|
Sedang 65-79
|
Rendah 80-100
|
Daya dukung
|
Tinggi 80-100
|
Sedang 65-79
|
Rendah < 65
|
Intake siswa
|
Tinggi 80-100
|
Sedang 65-79
|
Rendah < 65
|
Atau dengan menggunakan poin/skor pada setiap
kriteria yang ditetapkan
Aspek
yang dianalisis
|
Kriteria
Penskoran
|
||
Kompleksitas
|
Tinggi (1)
|
Sedang (2)
|
Rendah (3)
|
Daya dukung
|
Tinggi (3)
|
Sedang (2)
|
Rendah (1)
|
Intake siswa
|
Tinggi (3)
|
Sedang (2)
|
Rendah (1)
|
Contoh:
Mapel
: Kimia
Kelas/Semester
: X/2
Sekolah
:
Standar
kompetensi : Memahami sifat-sifat larutan non elektrolit dan elektrolit, serta
reaksi oksidasi-reduksi.
Kompetensi Dasar/Indikator
|
Kriteria pencapaian ketuntasan belajar siswa (KD/indicator)
|
Kriteria Ketuntasan Minimal
|
|||
Kompleksitas
|
Daya dukung
|
intake
|
KD
|
Mapel
|
|
A. Mengidentifikasi
sifat larutan non elektrolit berdasarkan data hasil percobaan
1. menyimpulkan
gejala-gejala hantaran arus listrik dalam berbagai larutan berdasarkan hasil
pengamatan.
2. mengelompokkan
larutan ke dalam larutan elektrolit dan non elektrolit berdasarkan sifat
hantaran listriknya
3. menjelaskan
penye-bab kemampuan laru-tan elektrolit meng-hantarkan arus listrik.
4. menjelaskan
bahwa larutan elektrolit dapat berupa senyawa ion dan senyawa kovalen polar
|
Rendah (80)
Sedang (70)
Tinggi (65)
Tinggi (65)
|
Tinggi (80)
Tinggi (80)
Tinggi (80)
Tinggi (80)
|
Sedang (70)
Sedang (70)
Rendah (65)
Rendah (65)
|
77
73
65
70
|
Langkah
penghitungannya:
Untuk
mencari KKM per KD
∑bobot soal
3
a. 80+80+70
=76,6
3
b. 70+80+70
=73,3
3
c. 65+80+65
= 70
3
d. 65+80+65
=70
3
Mencari nilai KKM Mapel:
∑KKM
KD
∑KD/indikator
77+73+70+70
290
=
= 72,5
4
4
Nilai KKM
Mapel merupakan angka bulat, maka nilai KKM 72,5 dibulatkan menjadi 73
B.
LANGKAH-LANGKAH PELAKSANAAN PENILAIAN KELAS
Menurut
Sarwiji Suwandi dan Asep Jihad langkah-langkah penilaian adalah:
1. Penetapan
indikator pencapaian belajar Indikator dirumuskan dengan menggunakan kata kerja
operasional yang dapat diukur, seperti: mengidentifikasi, menghitung,
membedakan, menyimpulkan, menceritakan kembali, mendemonstrasikan,
mempraktikkan, dan mendeskripsikan. Indikator ini dikembangkan oleh guru dengan
memperhatikan perkembangan dan kemampuan setiap peserta didik.
Indikator-indikator pencapaian hasil belajar dari setiap kompetensi dasar
merupakan acuan yang digunakan acuan untuk melakukan penilaian.Contoh penetapan
SK, KD dan indikator
SK
: memahami identitas diri dan keluarga, serta sikap saling
menghormati dalam kemajemukan keluarga.
KD
: 1.1 mengidentifikasi identitas diri, keluarga, dan kerabat.
1.2 menceritakan
pengalaman diri
Indikator
:
·
siswa dapat meyebutkan identitas diri secara lisan di depan teman
temannya
·
Siswa dapat menceritakan pengalamannya dalam bentuk karangan sederhana.[7]
2. Pemetaan
Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar dan Indikator
Pemetaan
standar kompetensi dilakukan untuk untuk memudahkan guru dalam memnentukan
tehnik penilaian.[8]
3. Penetapan
tehnik penilaian
Dalam
memilih tehnik penilaian, harus memeperhatikan ciri indikator.
Contah:
a.
Apabila tuntutan indikator melakuan sesuatu, maka
tehnik penilaiannya adalah unjuk kerja.
b.
Apabila tuntutan indikatorny berkaitan dengan
pemahaman konsep, maka tehnik penilaiannya adalah tertulis.
c.
Apabila tuntutan indikatornya memuat unsur
penyelidikan, maka tehnik penilaiannya adalah proyek.[9]
Menurut Daryanto langkah-langkah penilaian
adalah:
1. Perencanaan.
Perencanaan evaluasi belajar mencakup perencanaan tujuan pelaksanaan evaluasi,
menetapkan aspek-aspek yang dinilai (kognitif, afektif dan psikomotorik),
memilih tehnik yang akan dipergunakan dalam evaluasi, menyusun alat-alat ukur
yang dipergunakan (angket, wawancara, check list dll), menentukan
kriteria yang akan dijadikan peganga atau patokan dalam evaluasi dan menentukan
frekuensi dari kegiatan evaluasi (kapan dan berapa kali evaluasi dilaksanakan).
2. Pengumpulan
Data. Pengumpulan data dilaksanakan dengan melaksanakan pengukuran.
Misalnya dengan melaksanakan wawancara, tes belajar, chek list.[10] Suatu tes belajar dapat
dikatakan sebagai tes yang baik apabila materi yang tercamtum dalam item-item
tes tersebut merupakan pilihan yang cukup representatif terhadap materi
pelajaran yang diberikan di kelas yang bersangkutan. Langkah-langkah daalam
menyusun tes belajar adalah sebagai berikut:
a)
Menyusun lay-out (ruang lingkup, proporsi
jumlah item dari tiap-tiap sub materi, jenis aspek yang akan diuji, dan tipe
tes yang dipergunakan misalnya multiple-chioce, essay)
b)
Menulis soal, banyaknya item yang akan ditulis
hendaknya lebih banyak daripada item yang diperlukan, sehingga nanntinya
dapat dipilih item-item yang baik.
c)
Menata soal, pengelompokan soal-soal menurut
bentuknya (kelompok soal multiple-choice, kelompok soal essay
dll)
d)
Menetapkan skor. Cara menetapkan skor yang biasanya
adalah 1 point untuk setiap jawaban benar.[11]
3. Penelitian
Data (Verifikasi Data). Data yang berhasil dihimpun harus disaring lebih dahulu
sebelum diolah lebih lanjut. Verifikasi ini dilakukan untuk memilih data
yang baik dan data yang kurang baik.
4. Pengolahan
dan Analisis Data. Analisis ini dilakukan untuk memberikan makna terhadap data
yang telah berhasil dihimpun dalam kegiatan evaluasi. Tehnik yang
digunakan dalam analisis data ini bisa berupa tehnik statistik dan
non-statistik, tergantung pada data yang diolah dan dianalisis.
5. Penafsiran
Data. Penafsiran data ini merupakan verbalisasi dari makna yang terkandung
dalam data yang telah mengalami pengolahan dan penganalisisan yang pada
akhirnya dapat dikemukakan kesimpulan-kesimpulan tertentu.
Kesimpulan-kesimpulan ini harus mengacu pada tujuan dilakukannya evaluasi.
6. Tindak
Lanjut Hasil Evaluasi. Tindakan evaluasi harus senantiasa diikuti dengan adanya
tindak lanjut yang yang konkret untuk memperbaiki kegiatan dan hasil belajar
yang kurang memuaskan.[12] Hasil pengukuran memiliki
fungsi utama untuk memperbaiki tingkat penguasaan peserta didik. Hasil
pengukuran secara umum dapat dikatakan bisa membantu, memperjelas tujuan
instruksional, menentukan kebutuhan peserta didik, dan menentukan keberhasilan
peserta didik dalam suatu proses pembelajaran.[13]
7. Laporan
Hasil Evaluasi. Laporan ini memberikan bukti sejauh mana tujuan pendidikan
yang diharapkan oleh anggota masyarakat khususnya orang tua dapat
tercapai.[14]
Laporan hasil belajar siswa ini disampaikan oleh wali kelas kepada orang tua
siswa yang memuat didalamnya prestasi siswa (pencapaian kompetensi). Selain itu
wali kelas juga menyampaikan laporan hasil evaluasi itu kepada sekolah tentang
pencapaian kompetensi siswa dan hambatan yang dihadapinya selama mengajar.[15]
[1] Suharsimi Arikunto, Evaluasi Program Pendidikan: Pedoman Teoritis Praktis bagi
Mahasiswa dan Praktisi Pendidikan, (Jakarta: Bumi aksara, 2010), cet. IV,h.
30.
[3] Mansur Muslich, KTSP seri SNP Pembalajaran
Berbasis Kompetensi dan Konstekstual, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), cet.
IV,h, 36
[4] Muhaimin, Pengembangan Model Kurikulum Tingkat
Sauan Pendidikan (KTSP) pada Sekolah/Madrasah, (Jakarta: Rajawali Pers,
2009),h, 97-98
[5] E. Mulyasa, Implementasi Kurukulum 2004: Panduan
Belajar KBK, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), cet. IV,h, 131
[8] Sarwiji Suwandi, Model-model Asesmen dalam
Pembelajaran, (Surakarta: Yuma Pustaka, 2011), cet. I, h, 141-142
[9] Asep Jihad dan Abdul Haris, Evaluasi
Pembelajaran, (Yogyakarta: Multi Pressindo, 2010), cet. III, h, 119
[12]Wayan
Nurkancana dan Sunartana, Evaluasi Pendidikan, (Surabaya: Usaha
Nasional, 1986), cet. IV, 52-57
[13] Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan,
(Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2001), cet. III, 59-62
[16] Suharsimi Arikunto, Evaluasi Program Pendidikan: Pedoman Teoritis Praktis bagi
Mahasiswa dan Praktisi Pendidikan, (Jakarta: Bumi aksara, 2010), cet. IV,h.
30.
0 Silahkan Berkomentar Blogger 0 Facebook
Post a Comment
Sampaikanlah kritik dan saran anda yang bersifat membangun di kolom komentar untuk kesempurnaan dan kenyamanan anda dalam membaca. Terima kasih atas kerja samanya.