PENDAHULUAN
A. Pendahuluan
Zakat
sebagai salah satu pilar islam, yang berhubungan dengan ekonomi tampaknya belum
maksimal terkelola, sehingga kesejahtraan dan keadilan sosial.
Seluruh
ulama Salaf dan Khalaf menetapkan bahwa mengingkari hukum zakat yakni
mengingkari wajibnya menyebabkan di hukum kufur. Karena itu kita harus
mengetahui definisi dari zakat, harta-harta yang harus dizakatkan, dan nishab-
nishab zakat.
Oleh
karena itu, pada kesempatan kali ini pemakalah akan sedikit-banyak membahas
tentang ayat-ayat Al-Qur’an yang membahas tentang zakat serta penafsiran dari ayat tersebut
dari berbagai mufassir sekaligus para ilmuan Muslim.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian zakat?
2.
Bagaimana tafsir ayat-ayat Al-Qur’an tentang zakat?
3.
Bagaimana hikma yang bisa diambil tentang penafsiran
Al-Qur’an tentang zakat?
C.
Tujuan
1.
Untuk mengetahui pengertian
zakat.
2.
Untuk mengetahui tafsir
ayat-ayat Al-Qur’an tentang zakat.
3.
Untuk mengetahui hikma yang bisa diambil
tentang penafsiran Al-Qur’an tentang zakat.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian zakat
Zakat adalah salah satu aspek
penting dalam ajaran Islam. Sebab zakat merupakan kewajiban keagamaan dan harta
sekaligus. Dalam mengambarkan urgensitas (kedudukan) zakat ini, Al-Qur’an menyebutnya
sebanyak 72 kali dengan berbagai macam devinisinya.[1]
1.
Syarat-syarat zakat
Untuk membatasi pengertian syarat,
penyusun berpegang pada makna syarat yang berarti: hal-hal atau sesuatu yang
ada atau tidak adanya hukum tergantung ada dan tidak adanya sesuatu itu.
Dari pengertian tersebut, syarat
dalam zakat ada dua, yaitu:
a. Syarat zakat yang berhubungan
dengan subyek atau pelaku (muzakkī : orang yang terkena wajib zakat)
adalah Islam, merdeka, balig dan berakal.
b. Syarat-syarat yang berhubungan dengan jenis harta (sebagai obyek
zakat) adalah milik penuh, berkembang, mencapai
nisab, lebih dari kebutuhan pokok, bebas dari hutang, dan berlaku setahun.[2]
2.
Rukun Zakat
Rukun zakat ialah mengeluarkan
sebagian dari nishab (harta) dengan melepaskan kepemilikan terhadapnya,
menjadikannya sebagai milik orang fakir, dan menyerahkannya kepadanya atau
harta tersebut diserahkan kepada wakilnya, yakni imam atau orang yang bertugas
untuk memungut zakat.[3]
Adapun yang
termasuk rukum zakat adalah:
a.
Pelepasan atau pengeluaran
hak milik pada sebagaian harta yang dikenakan wajib zakat
b.
Penyerahan sebagian harta
tersebut dari orang yang mempunyai harta kepada orang yang bertugas atau orang
yang mengurusi zakat (amil zakat).
B.
Tafsir ayat
Al-Qur’an tentang zakat
Tafsir ayat-ayat Al Quran yang
berkaitan dengan zakat di antaranya adalah sebagai berikut:
1.
Tafsir Surah At-Taubah ayat 103
Dalam Q.S. At-Taubah ayat 103. Allah SWT
berfirman:
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ
صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلاتَكَ
سَكَنٌ لَهُمْ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Terjemahannya: Ambillah
zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan
mensucikan mereka, dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu
(menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui.( QS. At-Taubah: 103) [5]
Tafsir jalalain:
(Ambillah sedekah dari sebagian harta mereka, dengan sedekah itu kamu
membersihkan dan menyucikan mereka) dari dosa-dosa mereka, maka Nabi saw.
mengambil sepertiga harta mereka kemudian menyedekahkannya (dan berdoalah untuk
mereka). (Sesungguhnya doa kamu itu menjadi ketenangan jiwa) rahmat (bagi
mereka) menurut suatu pendapat yang dimaksud dengan sakanun ialah ketenangan
batin lantaran tobat mereka diterima. (Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui).[6]
Adapun Asbabun Nuzul ayat ini ialah Ayat ini
diturunkan berkenaan dengan apa yang dilakukan oleh Abu Lubabah dan segolongan
orang-orang lainnya. Mereka merupakan kaum mukminin dan mereka pun mengakui
dosa-dosanya. Jadi, setiap orang yang ada seperti mereka adalah seperti mereka
juga dan hukum bagi mereka juga sama.
Mereka mengikat diri mereka di
tiang-tiang masjid, hal ini mereka lakukan ketika mereka mendengan firman Allah
SWT, yang diturunkan berkenaan dengan orang-orang yang tidak berangkat
berjihad, sedang mereka tidak ikut berangkat. Lalu mereka bersumpah bahwa
ikatan mereka itu tidak akan dibuka melainkan oleh Nabi SAW sendiri. Kemudian
setelah ayat ini diturunkan Nabi melepaskan ikatan mereka.
Nabi kemudian mengambil sepertiga
harta mereka kemudian menyedekahkannya kemudian mendoakan mereka sebagai tanda
bahwa taubat mereka telah diterima.
Dalam riwayat lain desebutkan
bahwa sebab turunnya ayat ini adalah sebagaimana yang diriwayatkan oleh
Thabrani dan Baihaqi, bahwa Tsa'labah ibn Hathab meminta doa Rasulullah,
"Ya Rasulullah berdoalah pada Allah supaya Dia memberi rizki harta pada
saya!' Kemudian berkembang-biaklah domba Tsa'labah hingga dia tidak shalat
Jum'at dan ikut jama'ah, lalu turunlah ayat 'Khudz min amwaalihim.[7]
Sedankang munasabah ayatnya ialah
jika yang dimaksud dengan kata (صَدَقَةً ) adalah menghapuskan dosa yang dilakukan
oleh orang-orang yang tidak ikut perang Tabuk sebagaimana dikatakan oleh
al-Hasan al-Bashri, maka munasabah (hubungan) antara ayat ini dengan ayat
sebelumnya cukup jelas, sebab yang dimaksud adalah mengobati kesalahan
sekelompok orang ini. Jadi ayat ini khusus bagi mereka. Bisa juga menjadikan
maksud ayat ini bersifat umum dengan mengatakan : Jika kalian ridha dengan
mengeluarkan sedekah yang tidak wajib, maka kalian ridha dengan mengeluarkan
yang wajib adalah lebih utama.
Adapun jika yang dimaksud dengan
ayat ini adalah zakat wajib atau mewajibkan zakat kepada orang-orang kaya
sebagaimana pendapat kebanyakan ulama fiqh, maka hubungan ayat ini dengan ayat
sebelumnya adalah seperti ini : Ketika mereka mengemukakan taubat dan
penyesalannya karena tidak ikut perang Tabuk, dan mereka mengakui bahwa
menyebabkannya adalah karena cinta harta serta sangat ambisi menjaga harta itu
dari infak, maka seolah-olah dikatakan kepada mereka : kebenaran perkataan
kalian tentang pengakuan taubat dan penyesalan adalah jika kalian mengeluarkan
zakat wajib, karena pengakuan tidak terbukti kecuali dengan bukti, dengan ujian
seseorang menjadi mulia atau hina. Jika mereka melaksanakan zakat itu dengan
senang hati, maka nyatalaha kebenaran taubat mereka. Jika tidak, mereka adalah
orang-orang yang dusta.[8]
2.
Tafsir Surah al-Baqarah ayat 267
Dalam Q.S
Al-Baqarah ayat 267 Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ
مِنَ الأرْضِ وَلا تَيَمَّمُوا الْخَبِيثَ مِنْهُ تُنْفِقُونَ وَلَسْتُمْ
بِآخِذِيهِ إِلا أَنْ تُغْمِضُوا فِيهِ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ
حَمِيدٌ
Terjemahannya: Hai
orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil
usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi
untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan
daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan
memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha
Terpuji.[9]
Tafsir
jalalain: (Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah), maksudnya zakatkanlah
(sebagian yang baik-baik) dari (hasil usahamu) berupa harta (dan sebagian) yang
baik-baik dari (apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu) berupa
biji-bijian dan buah-buahan (dan janganlah kamu sengaja) mengambil (yang jelek)
atau yang buruk (darinya) maksudnya dari yang disebutkan itu, lalu (kamu
keluarkan untuk zakat) menjadi 'hal' dari dhamir yang terdapat pada 'tayammamu'
(padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya) maksudnya yang jelek tadi,
seandainya ia menjadi hak yang harus diberikan kepadamu (kecuali dengan
memejamkan mata terhadapnya), artinya pura-pura tidak tahu atau tidak melihat
kejelekannya, maka bagaimana kamu berani memberikan itu guna memenuhi hak
Allah! (Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya) sehingga tidak memerlukan
nafkahmu itu (lagi Maha Terpuji) pada setiap kondisi dan situasi.[10]
Asbabun Nusul ayat ini ialah sebagai
berikut:
1.
Diriwayatkan oleh Hakim,
Tirmizi, Ibnu Majah dan lain-lainnya, dari Barra’, katanya, “Ayat ini turun
mengenai kita, golongan Ansar yang memiliki buah kurma. Masing-masing
menyumbangkan kurmanya, sedikit atau banyak sesuai kemampuannya. Maka datanglah
seseorang membawa satu hingga dua tandan kurma kemudian ia gantungkan di
masjid, sedangkan di masjid ada ahlus suhfah (orang yang tinggal di masjid Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam, di karenakan tidak memiliki tempat tinggal) yang
mana mereka tidak mempunyai makanan, di kala salah seorang dari mereka lapar,
maka iapun mendatangi ladan kurma itu, dan memukulnya dengan tongkatnya, maka
jatuhlah kurma yang segar (agak matang) dan kurma yang telah matang, kemudian
iapun memakannya. Namun orang-orang yang tidak ingin berbuat kebaikan, membawa
rangkaian kurmanya yang telah usam dan layu, ada yang telah putus dan lepas
dari tangkaiannya, lalu dia gantungkan, maka Allah pun menurunkan, ‘Hai
orang-orang yang beriman, nafkahkanlah sebagian dari hasil usahamu yang
baik-baik…’” (Q.S. Al-Baqarah 267) maknanya adalah seandainya salah seorang
dari kalian dihadiahkan seperti apa yang ia berikan tersebut (sesuatu yang
jelek) maka ia tidak akan menagambilnya kecuali dengan menutup mata dengan rasa
malu. (Setelah turun ayat itu) kami mengira (harus menginfakan ) sesuatu yang
terbaik yang ia miliki.
2.
Diriwayatkan oleh Hakim,
dari Jabir, katanya, “Nabi saw. menyuruh mengeluarkan zakat fitrah sebanyak
satu zakat kurma. Maka datanglah seorang laki-laki membawa kurma yang jelek,
maka turunlah Al-Quran (ayat 267), “Hai
orang-orang yang beriman! Nafkahkanlah sebagian dari hasil usahamu yang
baik-baik…” (Q.S. Al-Baqarah 267).[11]
Sedangkan munasabah ayat ini
menegaskan bahwa riba itu tidak ada manfaatnya sedikit pun baik di dunia maupun
di akhirat nanti. Yang ada manfaatnya adalah sedekah.
Allah memusnahkan riba dan
menyuburkan sedekah. Artinya memusnahkan harta riba dan harta yang bercampur
dengan riba atau meniadakan berkahnya. Dan "menyuburkan sedekah"
ialah mengembangkan harta yang telah dikeluarkan sedekahnya sesuai dengan
ketentuan-ketentuan agama atau melipat gandakan berkah harta itu.
Para ulama berpendapat yang
dimaksud dengan perkataan "Allah memusnahkan riba" ialah Allah memusnahkan
keberkatan harta riba itu karena akibat melakukan riba timbul permusuhan antara
orang-orang pemakan riba, dan kebencian masyarakat terhadap mereka terutama
orang yang pernah membayar utang kepadanya dengan riba yang berlipat ganda, dan
mereka juga menyebabkan bertambah jauhnya jarak hubungan antara yang punya dan
yang tidak punya. Kebencian dan permusuhan ini bila mencapai puncaknya akan
menimbulkan peperangan dan kekacauan dalam masyarakat.[12]
C.
Hikmah
yang Bisa Petik dari Penafsiran Al-Qur’an
Tentang Zakat
Adapun hikmah
zakat itu adalah sebagai berikut:
1.
Zakat menjaga dan
memelihara harta dari incaran mata dan tangan para pendosa dan pencuri.
2.
Zakat merupakan pertolongan
bagi orang-orang fakir dan orang-orang yang sangat memerlukan bantuan.
3.
Zakat menyucikan jiwa dari
penyakit kikir dan bakhil.
4. Zakat diwajibkan sebagai ungkapan syukur atas nikmat harta yang
telah dititipkan kepada seseorang.[13]
[1]
Zainuddin, Hukum Zakat Perspektif Normatif Kesejahteraan dan Keadilan
Sosial, (Ciputat: CV. Agra Madina Mulia, 2014), h, 39.
[2]syarat
dan rukun zakat, dalam http://www.badanwakafnusantara.co.m/2014/01/syarat-dan-rukun-zakat.html
di akses pada tanggal 20 september 2017
[3]______,
Syarat-syarat Zakat dan Rukun Zakat, 2015 dalam http://www.makalah.inf.o/2015/11/syarat-syarat-zakat-dan-rukun-zakat.html
di akses pada tanggal 18 September 2017
[4]
Syarat dan Rukun Zakat, dalam http://www.badanwakafnusantara.co.m/2014/01/syarat-dan-rukun-zakat.html
di akses pada tanggal 20 september 2017
[5]
Zainuddin, Hukum Zakat op.cit, h, 40
[6]
Tafsir Jalalain, Jalaluddin Asy-Syuyuthi & Jalaluddin Muhammad Ibn Ahmad
Al-Mahalliy Tasikmalaya: Pustaka al Hidayah
[7]Mashuri
Ship, Makalah Tafsir Surah at-Taubah Ayat 103 dalam http://mashurimas.blog.spot.co.id/2011/01/makalah-tafsir-surat-at-taubah-ayat-103.html,
diakses pada tanggal 21 September 2017
[8]Ampe
Dharyanti, Makalah Tafsir Muamalah Surah at-taubah, 2014 dalam
http://ikanteri.89.blogspot.co.id/2014/06/makalah-tafsir-muamalah-surat-at-taubah.html
di akses pada tanggal 19 september 2017
[9]Zainuddin,
Hukum Zakat op.cit, h, 72
[10]
Tafsir Jalalain, Jalaluddin Asy-Syuyuthi & Jalaluddin Muhammad Ibn Ahmad
Al-Mahalliy Tasikmalaya: Pustaka al Hidayah
[11]
Sufiyani Abu Muhammad Ismail al-Kalimantani, Tafsir Surat al-Baqarah Ayat
267-268, 2007, dalam
http://www.al.sofwa.com/2007/8/tafsir-surat-al-baqarah-ayat-267-268.html di
akses pada tanggal 21 September 2017
[12]Ampe
Dharyanti, Makalah Tafsir Muamalah qs al-Baqarah, 2014 dalam http://ikanteri.89.blogspot.co.id/2014/06/makalah-tafsir-muamalah-qs-al-baqarah_16.html,
di akses pada tanggal 19 September 2017
[13]Warda
Cheche, Makalah Zakat, 2014, dalam, http://wardahcheche.blog.spot.co.id/2014/01/makalah-zakat.html
di akses pada tanggal 20 september 2017
0 Silahkan Berkomentar Blogger 0 Facebook
Post a Comment
Sampaikanlah kritik dan saran anda yang bersifat membangun di kolom komentar untuk kesempurnaan dan kenyamanan anda dalam membaca. Terima kasih atas kerja samanya.