PENDAHULUAN


A.      Latar Belakang
       Pelayanan bimbingan konseling di diselenggarakan dalam rangka suatu program bimbingan yaitu suatu rangkaian kegiatan bimbingan yang terencana, terorganisir, dan terkoordinasi selama periode waktu tertentu. Suatu program bimbingan dan konseling dapat disusun dengan berdasarkan pada suatu kerangka berfikir dan pola dasar pelaksanaan tertentu.
       Pelayanan bimbingan dan konseling ditujukan untuk membantu klien atau anak bimbing untuk mengatasi problematikanya dalam berbagai bidang yang dihadapinya. Pelayanan bimbingan dan konseling sesuai dengan perkembangan keidupan manusia yang semakain kompleks, maka bimbingan dan konselingpun berkembang sesuai dengan kehidupan masyarakat.
       Dalam mengembangkan model-model bimbingan konseling, terbentuk beberapa bidang bimbingan konseling yang diantaranya bimbingan individual atau perseorangan, bimbingan sosial, dan bimbingan konseling kelompok.

B.       Rumusan Masalah
1.    Bagaimana model bimbingan konseling?
2.    Bagaimana Model Parsonian?
3.    Bagaimana Model Bimbingan dan Konseling Identik dengan Pendidikan?
4.    Bagaimana Model Bimbingan Kontemporer?

C.      Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui model bimbingan dan konseling
2.      Untuk lebih memahami isi dari pada model bimbingan dan konseling.


PEMBAHASAN


A.    Model Bimbingan Konseling
       Model-model bimbingan konseling bermula dari gerakan bimbingan konseling di Amerika yang dikembangkan di sejumlah kerangka pikir yang menjadi pedoman dan pegangan dalam pelayanan di sekolah-sekolah. Istilah model menurut Shertzer dan Stone (1981) yaitu suatu konseptualisasi yang luas, bersifat teoritis namun belum memenuhi semua persyaratan bagi suatu teori ilmiah. Model-model itu dikembangkan oleh orang tertentu untuk mengahdapi tantangan yang timbul dalam kehidupan masyarakat dan lingkungan pendidikan sekolah di AS.
       Model-model bimbingan ini mengalami perkembangan mulai dari awal hingga akhir. Berikut ini yang termasuk model bimbingan priode awal adalah sebagai berikut:
1.      Model Parsonian
       Upaya ini Frank Parson menjodohkan karakteristik yang meliputi, kemampuan, minat, dan tempramen individu dengan sayrat-syarat yang dituntun suatu pekerjaan. Maksudnya, ketika individu bekerja pada pekerjaan yang sesuai dengan karakteristiknya, maka ia akan menguntungkan dirinya dan juga masyarakat atau tempat ia bekerja. Ada tiga faktor yang mempengaruhi keberhasialan memilih pekerjaan menurut Parson, yaitu :
a.       Man Analysis
Dalam hal ini konselor dan klien bekerjasama untuk memahami apa minat, bakat, dan kemampuan yang dimiliki klien.
b.      Job Analysis
Individu mempelajari tetang berbagai lini pekerjaan, apa persyaratannya, bagaimana peluangnya, dan bagaimana prospek pekerjaan tersebut.
c.       Joint and Cooperative Comparison of These Two Sets of Analysis
Konselor bersama klien memadukan atau menjodohkan kedua data hasil analisis di atas.
       Dengan manganalisis individu itu sendiri dan pekerjaan yang akan dipilih, hasil dari kedua analisis tadi digabungkan untuk membuat keputusan mengenai pekerjaan yang akan diambil.
       Model ini memberikan kontribusi dalam perkembangan bimbingan, terutama dalam membantu individu memilih pekerjaan.
2.      Model Bimbingan dan Konseling Identik dengan Pendidikan
       Yang mengemukakan bahwa konsep bimbingan identik dengan pendidikan adalah  Brewer, Melalui bukunya  Education as Guidance,  yang dipublikasikan pada tahun 1932.
       Browser berpendapat bahwa pendidikan bertujuan untuk mempersiapkan para siswa (peserta didik) agar mampu melakukan aktivitas-aktivitas kehidupan yang bermakna, melalui pengetahuan dan kebijakan. Istilah bimbingan dan pendidikan sering digunakan secara bergantian oleh Brewer. Brewer mengemukakan beberapa kriteria bimbingan sebagai berikut:
a.       Individu dibimbing dalam upaya menyelesaikan suatu masalah, tugas, atau mencapai tujuan.
b.      Individu dibimbing biasanya berdasarkan inisiatifnya.
c.       Bimbingan bersifat simpatik, bersahabat, dan pemahaman.
d.      Pembimbing harus memiliki pengetahuan, pengalaman, dan kebijakan.
e.       Bimbingan hendaknya memberikan peluang kepada individu untuk memperoleh pengalaman dan wawasan baru.
f.       Individu dibimbing secara progresif dan mengambil keputusan sendiri.
g.      Bimbingan memberika bantuan kepada individu agar dapat membimbing diri sendiri dan lebih baik.[1]
       Selanjutnya model-model bimbingan priode berikutnya  adalah sebagai berikut:
1)      Bimbingan sebagai Distribusi dan Penyesuaian
       Pada  Pertengahan tahun 1920-an, William M. Proctor mengemukakan bahwa sekolah menenga atas di Amerika sangat memerlukan program bimbingan. Dia menyakini bahwa para siswa membutuhkan bantuan dalam memilih bidang studi, kegiatan ekstrakurikuler, pendidikan lanjutan, dan sekolah-sekolah kejuruan sesuai dengan kemampuan, minat, dan tujuannya.  
       Selanjutnya, tahun 1930-an Koos dan Kefauver memperkuat pendapat Proctor dan menekankan bahwa bimbingan harus menekankan pada dua fungsi pokok sebagai berikut:
a.       Distribusi. Konselor membantu individu untuk menentukan apa tujuannya dan diharapkan dapat memahami tentang dirinya dan juga lingkungannya. Dalam hal ini, individu dibantu untuk menemukan peluang-peluang dalam pendidikan dan pekerjaan.
b.      Penyesuaian. Dalam hal ini siswa dibantu untuk menyesuaikan diri.
Bimbingan yang berfungsi distributif  dan penyaluran bertujuan sebagai berikut:
a.       Membantu siswa meperoleh tingkat efisiensi dan kepuasan yang tinggi sesuai dengan tujuannya.
b.      Membantu memilih kegiatan di luar sekolah yang membuat dirirnya bahagia.
c.       Membantu merencanakan tujuan yang ingin dicapai.
d.      Membantu sisa memperoleh informasi mengenai perencanaan dan peluang-peluangnya sesuai dengan kemampuan dan minat
2)      Bimbingan sebagai Proses Klinis
       Bimbingan model klinis ini pertama kali diperkenalkan oleh M.S. Viteles, Donald G. Paterson, dan E.G Williamson.Bimbingan model ini mucul karena pendekatan bimbingan di sekolah dianggap tidak ilmiah.Dalam model klinis menekankan perlunya menggunakan teknik-teknik untuk mengenai konseli dengan menggunakan tes psikologis dan studi diagnostik.Sehingga dengan model klinis ini kegiatan bimbingan menjadi lebih efektif, lebih objektif, lebih ilmiah dalam mengumpulkan data klien.
3)      Bimbingan sebagai Pengambilan Keputusan
       Bimbingan sebagai pengambil keputusan ini pertama kali dikemukakan oleh Jones dan Myer. Model bimbingan ini berasumsi bahwa keragaman antara individu cukup berarti, baik dalam aspek abilitas maupun interes dan permasalahan tidak dapat diselesaikan oleh individu itu sendiri  tanpa bantuan dari orang lain. Dalam hal ini konselor bertugas untuk mendorong individu memahami pilihannya dalam mengambil keputusan serta memberikan informasi kepada klien tentang peluang-peluang dari setiap alternatif pilihan yang ada.
4)      Bimbingan sebagai Sistem elektrik.
      Bimbingan sebagai sistem elektrik tidak dapat didefinisikan dengan satu teori tunggal, tetapi merupakan representasi dari pendapat atau teori Strang, Traxler, Erickson, Froechlich, Darley, Thorne, dan yang lainnya. Model bimbingan ini merupakan kompromi dari beberapa teori dalam upaya mereduksi polarisasi dua kutub pelayanan yang pendekatannya sangat berbeda, yaitu kutub pelayanan yang pendekatannya sangat berbeda, yaitu  kutub konseling direktif dari Williansom dan kutub konseling non-direktif dari Rogers.

3.      Model Bimbingan Kontemporer
a.      Bimbingan sebagai Konstelasi Layanan
       Kenneth B. Hoyt mengemukakan bahwa program bimbingan bukan hanya tanggung jawab konselor, tetapi merupakan tanggung jawab dari komponen sekolah, ini berarti konselor tidak bekerja sendiri. Selain itu Hoyt mengemukakan bahwa konselor adalah figur kunci dalam program bimbingan dan pekerjaan konselor lebih utama menjalin hubungan dengan komponen sekolah, seperti dengan guru dan kepala sekolah daripada dengan psikolog, pekerja sosial, dan sebagainya. Pada intinya Hoyt meyakini bahwa layanan bimbingan akan tercapai dengan maksimal jika diintegrasikan atau diselaraskan dengan tujuan sekolah.
b.      Bimbingan Perkembangan
       Para ahli pengembang model ini adalah Wilson Little dan A.L Chapman penyusun buku Developmental Guidance in the Secondary School, Herman . Peters dan Gail Farwell penyusun buku Guidance: A Developmental Approach, dan Robert Mathewson penyusun buku Guidance Policy and Practice. Pada  model ini, bimbingan dan konseling dipandang sebagai suatu proses perkembangan yang menekankan pada upaya membantu semua individu dalam fase perkembangannya agar dapat tumbuh secara optimal. Layanan bimbingan pengembangan bersifar komperhensif, meliputi semua rentang kehidupan. Perhatian utama model ini adalah perkembangan positif semua aspek perkembangan individu yang dalam penyelenggaraannya bekerjasama dengan semua pihak.
       Bimbingan pengembangan didasarkan kepada landasan filosofis, individualistis, dan organisatoris.[2]
c.       Bimbingan sebagai Ilmu Pengetahuan tentang Kegiatan yang Bertujuan
       Model bimbingan ini diajukan sejak tahun 1962 oleh Tiedeman dan Field.Tiedeman dan Field mendefinisikan bimbingan sebagai kegiatan professional yang menggunakan suatu ilmu pengetahuan tentang kegiatan bertujuan dalam struktur pendidikan yang spesifik. Mereka menekankan bahwa bimbingan harus eksis dalam proses pendidikan, sehingga posisi konselor tidak dipandang berada di samping pendidikan, tetapi ada di dalam pendidikan itu sendiri, serta pencapaian aplikasi bimbingan ini akan lebih efektif.
d.      Bimbingan sebagai Rekonstruksi Sosial
       Edward J. Shoben mengembangkan model ini pada tahun 1962.Ia berpendapan bahwa konselor adalah pemimpin dalam merekonstruksi atau memperbaiki keadaan sosial di sekolah. Tugas utama bimbingan adalah membantu mengembangkan potensi inividu dan menemukan cara-cara mengekspesikan diri individu itu sesuai dengan norma yang ada.
e.       Bimbingan sebagai Pengembangan Pribadi
       Model       ini dikembangkan oleh Chirs D. Kehas pada akhir tahun 1960-an. Model ini merupakan tahap awal dalam membangun kerangka kerja konseling di sekolah.
       Kehas berpendapat bahwa Teaching dan conseling  merupakan dau pendekatan yang berhubungan dengan siswa, yang bersifat komplementer dan kolaboratif. Dua pendekatan itu sama-sama penting dalam rangka mencapai tujuan pendidikan.
f.       Konseling Keterampilan Hidup (Life Skils Counseling)
       Konseling keterampilan hidup dalam melaksanakan pendekatannya didasarkan kepada 4 asumsi berikut.
        Banyak masalah yang di bawa kepada konselor merupakan refleksi hasil belajar klien.
a.    Walaupun faktor-faktor ekternal berkontribusi terhadaf masalah klien, tetafi yang paling berpengaruh adalah kelemahan klien dalam berfikir dan bertindak untuk mengatasi masalah tersebut.
b.    Konselor yang efektif adalah yang mampu menciftakan “supertive helping, relationshif”
c.    Tujuan utama konseling adalah membantu klien agar mampu membantu dirinya sendiri.
proses konseling keterampilan hidup meliputi:
a.       tujuan konseling,
b.      tahap konseling,  [3]
g.      Konseling resfectful (pemikiran baru tentang konseling diversitas)
       Dalam upanya membantu konselor agar mampu memberikan layanan konseling secara epektif klien yang beragam latar belakannnya, kerangaka kerja konseling ini menekankan tentang perlunya konselor menyadari, bahwa perkembangan psikologis, baik dirinya maupun klien di pengaruhi oleh faktor-faktor yang multi dimensi.
       Aspek-aspek model konseling resfecful ini meliputi: identitas religious (R), latar belakang ras, budaya, atau etnik (E), identitas seksual (S), kematangan psikologis (P), staus sosial ekonomi (E), tantangan kronologis (C), ancaman (Thereat), terhadap kesejahtraan individu (T), sejarah keluarga (F), keunikan karakteristik fisik (U) lokasi tempat tinggal (L).
h.      Konseling relegius (Islami)
       Imam Magid mengemukakan bahwa konseling islami itu diorentasikan untuk memecahkan masalah pernikahan dan keluarga kesehatan mental dan kesadaran beragama. Menurut dia konseling ini memiliki prinsif yaitu, keberhasilan, kepercayaan, kecintaan berbuat baik kepada orang lain, mengembangkan sikap persaudaraan, atau menciftakan sikap damai di antara sikaf persaudaraan, atau menciftakan sikaf damai di antara sesama,
       Secara khusus, konseling islami bertujuan membantu individu agar memiliki sikap, kesadaran, pemahaman, atau prilaku sebagai berikut:
1)      Memiliki kesadaran dan hakikat dirinya sebagai makhluk atau hamba Allah
2)      Memiliki kesadaran akan fungsi hidupnya di dunia sebagai khalifa
3)      Memahami dan menerima keadaan dirinya sendiri (kelebihan dan kekurangannya) secara sehat.
4)      Memiliki kebiasaan yang sehat dalam cara makan, tidur, dan menggunakan waktu luang
5)      Bagi yang sudah berkeluarga seyogiannya menciptkan iklim kehidupan keluarga yang fungsional
6)      Memiliki komitmen diri untuk senantiasa mengamalkan ajaran agama (beribadah) dengan sebaik-baiknya, baik yang bersifat habluminallah maupun habluminannas
7)      Memiliki sikap dan kebiasaan belajar atau bekerja yang positif
8)      Memahami masalah dan menghadapinya secara wajar taba atau sabar
9)      Memahami faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya masalah atau stress
10)  Mampu mengubah persepsi atau minat
11)  Mampu mengambil hikma dari musibah (masalah) yang di alami
12)  Mampu mengontrol emosi dan berusaha meredamnya dengan introsfeksi diri. [4]
B.     Bidang-Bidang Bimbingan dan Konseling
1.      Bimbingan dan Konseeling individu
       Bimbingan dan konseling individu meliputi
a.       Makna Bimbingan Individu
       Bimbingan individu atau pribadi bisa dimaknai sebagai suatu bantuan dari pembimbing kepada terbimbing agar dapat mencapai tujuan dan tugas perkembangan pribadi dalam mewujudkan pribadi yang mampu bersosialisasi dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya secara baik.[5]
       Konseling adalah hubungan yang berupa bantuan satu-satu yang berfokus kepada pertumbuhan dan penyesuaian pribadi, dan memenuhi kebutuhan akan penyelesaian-problem dan pengambilan keputusan. Konseling individu sejak hari-hari awal gerakan konseling sudah diidentifikasikan sebagai aktivitas inti di mana semua aktifitas lain berfungs efektif.[6]
       Proses ini dimulai ketika suatu kondisi berupa kontak atau relasi psikologis terbentuk antara konselor dan klien, ia akan bergerak maju ketika kondisi-kondisi tertentu yang esensial bagi kesuksesan proses konseling terpenuhi.
b.      Tujuan Bimbingan Individu
       Berdasarkan makna bimbingan individu yang telah dikemukakan, dapat diketahui bahwa bimbingan pribadi bertujuan untuk membantu individu agar bisa memecahkan masalah-masalah yang bersifat pribadi.
       Adapun tujuan bimbingan pribadi adalah untuk mencapai tujuan dan tugas perkembangan pribadi, mewujudkan pribadi yang mampu bersosialisasi dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya secara baik, serta bertujuan agar individu mampu mengatasi dirinya sendiri, mengambil sikap sendiri atau memecahkan masalah sendiri yang menyangkut dengn keadaan batinnya sendiri.
       Dalam bimbingan dan konseling islam, bimbingan individu bertujuaan agar konseli mampu menemukan dan mengembangkan pribadi yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, mantap dan mandiri serta sehat jasmani dan rohani.[7]
       Bidang bimbingan individu ini dapat dirinci menjadi pokok-pokok berikut:
1)      Penanaman dan pemantapan sikap dan kebiasaan serta pengembangan wawasan dalam beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
2)      Penanaman dan pemantapan pemahaman tentang kekuatan diri dan pengembangannya untuk kegiatan-kegiatan yang kreatif dan produktif, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun untuk peranan di masa depan.
3)      Pengenalan dan pemantapan pemahaman tentang bakat dan minat pribadi serta penyaluran dan pengembangannya melalui kegiatankegiatan yang kreatif dan produktif.
4)      Pengenalan dan pemantapan pemahaman tentang kelemahan diri dan usaha-usaha penanggulangannya.
5)      Pemantapan kemampuan dalam mengambil keputusan.
6)      Pengembangan kemampuan mengarahkan diri sesuai dengan keputusan yang telah diambilnya.
7)      Pemantapan dalam perencanaan dan penyelenggaraan hidup sehat, baik cara ruhaniah maupun jasmaniah.
c.       Bentuk-bentuk Layanan Bimbingan Pribadi
       Ada beberapa macam bentuk layanan bimbingan pribadi,[8] yaitu:
       pertama, layanan informasi. Informasi tentang tahap-tahap perkembangan dapat mencakup perkembangan fisik, motorik, bicara, emosi, sosial, penyesuaian sosial, bermain, kreativitas, moral, seks dan lainnya.
       Kedua, pengumpulan data.Data yang dikumpulkan berkenaan dengan layanan bimbingan pribadi dapat mencakup identitas individu, kejesmanian dan kesehatan, riwayat pendidikan, prestasi, bakat, minat, dan lainnya.
       Ketiga, orientasi. Layanan orientasi bidang pengembangan pribadi mencakup: suasana, lembaga dan objek pengembangan pribadi.
2.      Bimbingan dan Konseling Kelompok
a.       Makna bimbingan kelompok
       Bimbingan kelompok adalah layanan bimbingan yang diberikan dalam suasana kelompok.[9]
       Istilah bimbingan kelompok mengacu kepada aktivitas-aktivitas kelompok yang berfokus kepada penyediaan informasi atau pengalaman lewat aktivitas kelompok yang terencana dan terorganisasi. Bimbingan kelompok bisa juga diorganisasikan dengan maksud mencegah berkembangnya problem.Isinya dapat meliputi informasi pendidikan, pekerjaan, pribadi atau sosia, bertujuan menyediakan bagi anggota-anggota kelompok informasi akurat yang dapat membantu mereka membuat perencanaan dan keputusan hidup yang lebih tepat.
       Istilah konseling kelompok mengacu kepada penyesuaian rutin atau pengalaman perkembangan dalam lingkup kelompok.Konseling kelompok difokuskan untuk membantu konseli untuk mengatasi problem mereka lewat penyesuaian diri dan perkembangan kepribadian hari ke hari.[10]
b.      Tujuan bimbingan kelompok
       Tujuan yang hendak dicapai oleh bimbingan kelompok ialah menerima informasi. Lebih jauh, informasi itu akan dipergunakan untuk menyusun rencana dan membuat keputusan, atau untuk keperluan lain yang relevan dengan informasi yang diberikan.
3.      Bimbingan Konseling Sosial
a.       Maknabimbingan sosial
       Bimbingan sosial bermakna suatu bimbingan atau bantuan dalam menghadapi dan memecahkan masalah sosial seperti pergaulan, penyelesaian masalah konflik, penyesuaian diri dan sebagainya.Bimbingan sosial juga bermakna suatu bimbingan atau bantuan dari pembimbing kepada individu agar dapat mewujudkan pribadi yang mampu bersosialisasi dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya secara baik.[11]
b.      Tujuan bimbingan sosial
       Tujuan utama pelayanan bimbingan sosial adalah agar individu yang dibimbing mampu melakukan interaksi sosial secara baik dengan lingkungannya.[12]
       Bimbingan sosial juga bertujuan untuk membantu individu dalam memecahkan dan mengatasi kesulitan-kesulitan dalam masalah sosial, sehingga individu dapat menyesuaikan diri secara baik dan wajar dalam lingkungan sosialnya.
       Dalam bimbingan sosial, pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah berusaha membantu peserta didik mengenal dan berhubungan dengan lingkungan sosialnya yang dilandasi budi pekerti, tanggung jawab kemasyarakatan dan kenegaraan.[13]
       Bidang ini dirinci menjadi pokok-pokok berikut:
1)      Pengembangan dan pemantapan kemampuan berkelompok, baik melalui ragam lisan maupun tulisan secara efektif.
2)      Pengembangan kemampuan bertingkah laku dan berhubungan sosial, baik di rumah, di sekolah maupun di masyarakat dengan menjunjung tinggi tata krama, sopan santun, serta nilai-nilai agama, adat, peraturan, dan kebiasaan yang berlaku.
3)      Pengembangan dan pemantapan hubungan yang dinamis, harmonis, dan produktif dengan teman sebaya, baik di sekolah yang sama, di sekolah lain, di lur sekolah, maupun di masyarakat pada umumnya.
4)      Pengenalan, pemaaman, dan pemantapan tentang peraturan, kondisi dan tuntutan sekolah, rumah dan lingkungan, serta upaya dan kesadaran untuk melaksanakannya secara dinamis dan bertanggung jawab.
5)      Pemantapan kemampuan menerima dan mengemukakan pendapat serta beragumentasi secara dinamis, kreatif, dan produktif.
6)      Orientasi tentang hidup berkeluarga.






[1] Dr. Syamsu Yusuf, L.N dan Dr. A. Juntika Nurihsan, Landasan Bimbingan dan Konseling, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006) hlm. 45-47
[2] Ibid, hlm 48-53
[3]  Ibid, hlm. 56-60
[4] Ibid, hlm.63-76
[5] Drs. Tohirin, M.pd, Bimbingan dan konseling di Sekolah dan Madrasah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), hlm. 124
[6]. Robert L. Gibson, Bimbingan dan Konseling, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), hlm. 51.
[7]. Drs. Samsul Munir Amin, M.A, Bimbingan dan Konseling Islam, (Jakarta: Amzah, 2010), hlm. 60.
[8]. Drs. Tohirin, M.pd, op.cit., hlm. 125-126.
[9]. Prof. Dr. H. Prayitno, M.Sc.Ed, Dasar-dasar Bimbingan dan konseling, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), hlm. 309.
[10]. Robert L. Gibson, op.cit., hlm. 275.
[11]. Drs. Tohirin, M.pd, op.cit., hlm. 127.
[12]. Ibid., hlm.128
[13]. Drs. Samsul Munir Amin, M.A, op.cit., hlm. 61.

1 Silahkan Berkomentar Blogger 1 Facebook

  1. Wah, bimbingan konseling emang diperlukan gan. Nice infok

    ReplyDelete

Sampaikanlah kritik dan saran anda yang bersifat membangun di kolom komentar untuk kesempurnaan dan kenyamanan anda dalam membaca. Terima kasih atas kerja samanya.

 
Copyright © 2014 -. Member Blog ( Mb ) All Rights Reserved. Powered by Blogger
Privacy Policy Top