PENDAHULUAN
A. Latar belkang Masalah
Guru merupakan faktor
utama dalam proses pendidikan. Oleh karennya, peranan guru dalam sebuah peroses
pendidikan sanagat sentral.guru yang professional dengan kenirja maksimal,
totalitas, dedikasi, dan loyalitas pengapdian dapat di jadikan sebagai tumpuan
untuk mengubah wajah pendidikan menjadi lebih cerah di masah mendatang. Latar
belakang peneliti melakukan penelitian ini karena melihat penonema kualitas
pendidikan di Indonesia yang kurang bermutu. Karenanya, peran guru sangat
penting untuk.meningkatkan kualitas dan sumber daya manusia di bidang
pendidikan. Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Malang 1 merupakan salah satu madrasah
yang mempunyai mutuh dan kualitas pendidikan yang mumpuni, baik dari tenaga
pendidikan mauupun anak didik hal tersebut dapat di buktikan dengan guru
mengajar pada bidang studi, berdasarkan latar belakang pendidikan yang di
tempuh (sesuai dngan ijazah).[1]
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan professional
tenaga pendidikan?
2. Bagaimana cara meningkatkan kualitas
pendidikan?
3. Bagaimana upaya pembentukan guru
madrasah yang profesional?
4. Bagaimana syarat-syarat menjadi guru
atau pendidik yang baik?
PEMBAHASAN
A.
Profesionalisme
Tenaga Pendidik
Profesionalis
adalah pekerjaan yang dilakukan sebagai kegiatan pokok yang menghasilkan nafkah
hidup dan mengendaki suatu keahlian.
Cirinya :
1. Memiliki keahlian di bidang tersebut
2. Menggunakan waktunya untuk bekerja dalam
bidang tersebut
3. Hidup dari pekerjaan tersebut
4. Bukan sebagai hobi
Burhanuddin
salam menyebutkan ciri profesi itu adalah :
1) Adanya pengetahuan khusus
2)
Adanya kaidah atau standar moral yang
tinggi,
3)
Mengabdi kepada kepentingan masyarakat,
4)
Ada izin khusus untuk melaksanakan
suatu profesi,
5) Biasanya
menjadi anggota dan suatu organisasi profesi. Selain dan ini masih ada lagi pendapatlain
yang menguraikan tentang ciri keprofesian.
Bila
mengacuh kepada beberapa penjelasan yang disebutkan di atas timbul pertanyaan
apakah guru merupakan tenaga profesi? Sikun pribadi berpendapat baha guru
harus di beri predikat profesi. Sodiq A.
Kuntoro juga berpendapat baha tugas guru adalah tugas profesi, seperti profesi
kedokteran, hukum, dan lain-lain. Berdasarkan hal tersebut maka guru dapat
digolongkan kepada tenaga profesi. Keprofesian guru dapatb dilihat dari ilmu,
kemampuan teknis, komitmen mora yang tinggi terhadap tugasnya. Ilmu
pengetahuan. Kaitannya dengan guru yang profesionalis adalah sang guru tadi
memiliki ilmu pengetahuan dalam bidang yang diajarkannya, sehingga memungkinkan
dia untuk menteransfer ilmu kepada
peserta didiknya.kemampuan tekhnis keguruan, dalam hall ini memiliki berbagai ketarampillan mengajar, misalnya,
persiapan mngajar, proses pembelajaran, sampai kepada evaluasi. Komitment
moral, berkenaan dengan sikap mentall seorang guru, meliputi: mencintai
pekerjaannya,disiplin, objektif, dan lain-lain.[2]
B.
Tugas
pendiidk
Adapun
beberapa tugas pendidikan sebagai berikut:[3]
a. Wajib menemukan bahwah yang aaaada pada
anak-anak didik dengan berbagai cara seperti observasi, wawancara, melalui,
pergaulan, angket, dan sebagainya
b. Berusaha menolong anak didik
mengembangkan pembawaan yang baik dan menekan perkembangan pembawaan yang buruk
agar tidak berkembang.
c. Memperlihatkan kepada anak didik tugas
orang dewasa dengan cara memperlihatkan berbagai bidang keahlian, keterampilan,
agar anak didik memilhnya dengan tepat.
d. Mengadakan evaluasi setiap waktu untuk
mengetahui apakah perkembangan anak didik berjalan denagn baik.
e. Memberi bimbingan dan penyeluhan tatkala
anak didik menemui kesuitan dlam mengembangkan potensinya.
Rincian-rincian
dari tiga sumber pokok tersebut melahirkan kompetensi keguruan, yang meliputi:
1. Menguasai bahan
2. Mengelolah program belajar mengajar,
3. Mengolah kelas
4. Mengguanakan media
5. Menguasai landasan-landasan pendidikan
6. Mengelolah intruksi belajar mengajar
C.
Sekilas
Tentang Madrasah
Madrasa telah tumbuh
dan berkembang di Indonesia sejak awwal abad kedua puluh, sehingga lahir
sebagai jawaban dari menculnya ide-ide pembeharuan pemikiran islam.
Madrasah adalah merupakan perpaduan
antara pendidikan pesantren dngan
sekolah. Ciri kepesantrenan yang di adopsi oleh madrasah adalah system
klasikal, mata pelajaran umum, manjemen pendiikan. Pada masa colonial madarasah
tumbuh tumbuh dan berkembnag secara mandiri tanpa dikoordinir oleh pemerintah.
Setelah
Indonesia merdekah pengelolaan madrasah dipercayakan pemerintah kepada depertemen
agama. Sejak Indonesia merdeka telah
menjadi tiga fase erembangan madrasah. Fase pertama, fase antara tahun
1945-1974 pada fase ini madrasah lebih terkonsentrasikepada pengajaran
ilmu-ilmu agama. Karena itu ijazah
madrasah lebih terkonsentrasi berlakunya dikalangan Depertemen agama
baik utuk melanjutkan studi maupun untuk memasuki dunia kerja.[4]
Fase
kedua, anra tahun 1975-1990, fase ini adalah fase pemberlakuan SKB ( Surat
Keputusan Bersama Mentri Tahun 1975). Madrasah pada priode ini telah memasuki
“dunia baru” yaitu disamakannya antara ijazah sekolah dengan madrasah. Sejak
saat itu banyak siswa tammatan madrasah yang melanjutkan studinya ke perguruan
tinggi umum. Ketiga, adalah madrasah pasca UU No.2 Tahun 1989, madrasah pada
priode ini didefinisikan sebagai sekolah yang berdiri kahs agama islam.sebagai
sekolah yang berarti sekolah yang
berciri khas agama Islam maka madrasah memilki program yang sma dengan sekolah
mulai tingkat dasar samapi menengah. keislaman dilihat dari mata pelajran
agamanya lebih banyak dari sekolah demikian juga semngat beragamanya lebih
menonjol dari sekolah. Beberapa hal yang menjadi problema madrasah sehingga sat
ini adalah:
1. Problema struktural dan kultural,
secara
structural madrasah berada dibawah naungan Depertemen Agama, ini berdampak
kepada pendanaan. Problema kultural adalah masih langka kaum musimin menengah
ke atas untuk memasukkan anaknya kemadrasah.
2. Kekurangan tenaga penidikan yang sesuai
dengan profesi, terutama dalam bidang matematika, IPA, B. Inggris
3. Kekurangan sarana dan fasilitas
4. Manajerial[5]
D. Jenis-jenis dan Syarat-syarat Pendidikan
Menurut Prof. Dr. Mohammad AthiyahAl-Abrasyi,
pendidik itu ada tiga macam, yaitu:
1. Pendidik kuttab
Pendidik kuttab adalah pendidik yan
mengajarkan Al-Qur’an kepada anak-anak di kuttab.
2. Pendidik umum
Pendidik umum adalah pendidik yang
umumnya. Ia mengajar di lembaga-lemabaga pendidikan yang mengelolah atau
melaksanakan penkan secara formal.
3. Pendidik khusus
Pendidik khusus atau sering disebut
dengan muadib, yaitu pendidik yang memberi pelajaran khusus kepada seorang atau
lebih dari seorang anak pembesar, pemimpin Negara atau khalifah.[6]
Menurut
Soejono menyatak syarat menjadi guru ialah sebagai berikut:
a. Tentang umu, umur harus saudah dewasa.
b. Tentang kesehatan, harus sehat jasmani
dan rohani.
c. Tentang kemampuan mengajar, ia harus
ahli.
d. Harus berkesusilaan dan berdedikasi
tinggi.[7]
E.
Peningkatan
Kualitas Pendidikan
Indonesia
sekarang ini termasuk Negara yang tergolong tingkat kualitas manusianya rendah.
Human Development Index (HID) tahun 2000 berada pada tingkat 190 dan 177
negara. Sedangkan kualitas perguruan tinggi adalah ITB peringkat 21 dan 39 perguruan tinggi terbaik dalam bidang science
dan technology untuk KAWASAN Asia dan Australia. UI peringkat 61, UGM 68,
UNDIP 73, UNAIR dan 77 terbaik dalam bidang Multidiciplinary Univercity.[8]
Ada
beberapa hal yang perlu perhatian dalam meningkatkan hasil pembelajaran.
Dipandang dari sudut peserta didik dan beberapa faktor yang mempengaruhi
belajar.
1. Peserta Didik
Bila pendidikan diibaratkan sebuah
pabrik maka pabrik tersebut bila ingin menghasillkan produk yang berkualitas
dimulainya dengan memasok bahan bakar yang berkualitas pula dengan alas an
semakin baik bahan bakunya akan semakin baik pula kualitas autput-nya.
a. Faktor Interen
1. Jasmani, meliputi faktor kesehatan,
kebugaran tubuh siswa yang sehat badannya akan lebih baik hasil bejarnya dari
siswa yang sakit.
2. Faktor fisikologis, di antaranya yang
amat berpengaruh adalah intelegensia, perhatian, minat,bakat, moti, kematangan,
kesiapan, dan kelelahan.
b. Faktor Ekstern
1. Keluarga
Didalam keluarga yang menjadi
penanggung jawab adalah orang tua, sikap orang tua I dalam keluarga sangat
mempengaruhi hasil belajar peserta didik. Sikap orangtua yang otoriter,
demokrasitis karena itu rumah tangga sangat berpengaruh terhadap perkembangan
anak.
2. Faktor sekolah
Faktor sekolah juga tidak kalah
pentingnya di dlam menciptakan kondisi pembelajaran yang baik meliputi guru,
sarana, fasilitas, kurikulum, disiplin, lingkungan sekolah hubungan guru dengan
siswa, hubungan sekolah dengan orang tua siswa dan sebagainya.
3. Faktor Masyarakat
Karena
peserta didik hidup berkecimpung I tengah-tengah masyarakat, maka lingkungan
masyarakat sangat berpengaruh bagi peserta didik.[9]
2. Sarana dan Fasilitas
Pengajaran akan lebih sukses lagi
apa bila peserta didik terlibat secara fisik dan phisikhis. Seorang sisiwa yang
hanya mendengar dari gurunya tentang
cerita seekor kerbau, sangat jauh bedanya apa bila si guru dapat memperlihatkan
gambar kerbau dan lebih terkesan lagi apabila siswa apat melihatnya secara
langsung apalagi kalau sudah sampai pulah memegangnya.
3. Pendidik
Ada beberapa hal yang perlu
irenungkan dalam rangka meningkatkan peran guru.
a. Pemantapan dan peningkatan kompetensi
keguruan. Kompetensi keguruan sepuluh macam adalah standar pokok yang tidak
statis.
b. Memegang teguh etika dan profesi
keguruan. Kode etik guru, sepeti hasil Kongres ke VIII adalah:
1. Berbakti membimbing anak didik seutuhnya
2. Memiliki kepemimpianan professional
3. Membina komunikasi, terutama memperoleh
informasi tentang anak didik.
4. Menelusuri hubungan dengan orang tua
murid untuk kepentingan anak didik.
5. Memelihara hubungan baik dengan
masyarkat.
6. Berusaha meningkatkan mutu profesinya
7. Memelihara hubungan atar sesame guru.
8. Membina dan memelihara mutu organisasi
professional
9. Melaksanakan sesuatu yang berhubungan
dengan ketata-pemerintahan
c. Guru berperan sebagai motivator dan
dinamisator bagi peserta didik.
4. Lingkungan
Lingkungan ada dua macam,
lingkungan fisik dan lingkungan social. Lingkungan fisik yakni suasana dan
keadaan berlangsungnya pendidikan. Lingkungan social yakni iklim dan suasana
kependidikan. Iklim ynag kondusif bagi pencapaian tujuan pendidikan adlah
merupakan kurikulum tersembunyi bagi pencapaaian tujuan pendidikan.[10]
F.
Upaya
Pembentukan Guru Madrasah yang Profesional
Guru
madrasah adalah guru, karena itu perlakuan umum yang diberlakukan untuk guru
juga berlaku untuk guru madrasah, guru yang sukses dan guru yang professional
kriteria umumnya sama untuk seluruh guru, kendatipun tidak menutup kemungkinan
adanya spesifik guru madrasah.
Menurut
D.N Medley (1979) ada empat fase asumsi yang melandasi keberhasilan guru dan
pendidikan guru. Fase pertama (sekitar tahun 1930-an) penelitian terfokus
kepada sifat-sifat kepribadian guru. Kepribadian guru yang dapat menjadi suri
teladanlah menjamin berhasilanya mendidik anak. Fase kedua, keberhasilanguru di
dalam mengajar adalah metode mengajar. Metode penyampaian yang baik menjamin
keberhasilan pendidikan. Hal ini banyak juga perngaruhnya di kalangan pendidik
di Indonesia.
Fase
ketiga, mengutamakan iklim interaksi di kelas. Interaksi guru di dlam kelaslah
yang menentukan, iklim di dalam kelaslah yang paling dominan di dlam
keberhasilan pendidikan. Fase keempat, memusatkan perhatia kepada penampilan
yang menggambarkan dia memiliki kemampuan. Calon guru di evaluasi kemampuan
mengjarnya berdasarkan penampilannya (emplisit di dalamnya: penguasaan materi,
strategi penyampaian, penguasaan alternative media yang tepat, dan lainnya).
Menurut
Neong Muhajir, seorang pendidik adalah seorang yang mempunyai pengetahuan lebih
serta mampuh mengimplisitkan nilai-nilai di dalamnya, jadi calon guru diberi
bekal pengetahuan sesuai dengan tugasnya, dan
pengetahuan itu mempribadi di man nilai-nilai menjadi implisit di
dalamnya. Ada beberapa model di dalam evaluasi mengajar kemampuan mengajar guru
(EKM):[11]
1. Model STAG (Stanford Teacher Competence
Appraisal Guide), mengemukakan empat komponen evaluasi: tujuan, penampilan
(performance), evaluasi, profesionalitas serta kemasyarakatan,
kemudiandikembangkan menjadi 17 item evaluasi dari 17 itu 13 item dapa dilihat
dengan observasi, misalnya mengevaluasi tentang pemuihan isi pelajaran, dan
lain sebagainya.
2. Model Rob Norris, mengetengakan 6
komponen yangmencakup 45 item, keenam komponen itu adallah kualiras
personal-profesional, persiapan mengajar, perumusan tujuan, evaluasi,
penampilan di kelas penampilan sisiwa. Sebanyak 21 item tentang penampillan
guru di kelas.
3. Model Oregon, yang di sebut sebagai
ONCE-CBTE (Oregon College of Education Competency based Teacher Education),
mengeompokkan kemampuan mengajar (guru) an kemampuan belajar (siswa), kemampuan
hubungan interpersonal dan kelima kemampuan hubungan dan tanggung jawab
professional terhadap orang tua, kurikuler, administrative, dan anggaran.
4. Model APKG (alat penilaian kemampuan
guru) yang disadur dari TPAI (Teancher Performance Assesment Instuments)
mengetengahkan lima alat pengukur kemampuan, yaitu: rencana pengajaran,
prosedur, mengajar, hubungan antar pribadi, standar, professional, dan presepsi
siswa.
Berdasarkan ungkapan I atas,
penullisan mengelompokkan kompetensi kegururuan itu kepada tiga kelompok besar:
1. Kelompok penguasaan keilmuan, yakni
seorang guru mesti menguasai ilmu ang akan yang akan di ajarkannya kepada anak
didik dngan cukup baik, sesuai dengan cukup baik, sesuai dengan tingkat kepada
siapa ilmu itu diberikan. Kelompok ini menampilkan seorang guru yang mental
ilmu, mencintai ilmu serta senantiasa giat untukmenambah illmunya, terutama di
dlam bidang mata pelajaran yang di asuhnya. Kriteria yang paling sederhana
dalam hal ini adalah pengusaan bahan pelajaran yang di ajarkannya dengan baik.
2. Komponen dasar kedua, adalah kemampuan
mengomunikasikan ilmunya, termasuk di dalamnya adalah kemampuan persiapan
mengajar, mengelola interaksi belajar mengajar, penguasaan kelas, penguasaan
metode mengajari yang tepat untuk mata pelajaran tertentu, kemampuan penggunaan
media/sumber, kemampuan hubungan interpersonal, dan lai-lain yang termasuk
dalam bidang kemampuan mengomunikasikan ilmunya.
3. Komponen dasar yang ketoga adalah
kompetensi moral akademik,seorang guna bukan hanya orang yang bertugas untuk
mentransferkan ilmu (transfer of knowledge), tetapi juga orang yang bertugas untuk mentrasferkan nilai
(trans of value). Guru tidak hanya mengisi otak peserta didik (kognitifnya,
tetapi juga bertugas untuk mengisi mental mereka dengan nilai yang baik dan
luhur mengisi afektifnya. Di sini seorang pendidik menjadi panutan bagi peserta
didiknya, dalam banyak segi sang guru tadi dapat di jadikan contoh teladan oeh
peserta didiknya. Para pendidik islam di zaman kalsik telah banyak membahas
tentang ini. Misalnya, Ibn Jamaah menyebutkan seorang guru menghiasi diri
dengan ahklak yang di haruskan bagi
seorang yang beragama dan bagi seorang Muslim, dan took-tokoh pendidik islam
lainnya.[12]
[1] Haidar Putra Daulay, Pendidikan islam, (Jakarta: Peranada
Media:2004),hlm.75
[2] Haidar Putra Daulay, Pendidikan islam, (Jakarta: Peranada
Media:2004),hlm.76
[3] Sudiyono,Ilmu Pendidikan Islam, (Asdi Mahasasya: Jakarta, 2009),
hlm.113
[4] Haidar Putra Daulay, Pendidikan islam, (Jakarta: Peranada
Media:2004),hlm.78
[6] Sudiyono,Ilmu Pendidikan Islam, (Asdi Mahasasya: Jakarta, 2009),
hlm.119
[7] Sudiyono,Ilmu Pendidikan Islam, (op-cit), hlm.120
[9] Haidar Putra Daulay, Pendidikan islam, (Jakarta: Peranada
Media:2004),hlm.81
[10] Haidar Putra Daulay, op-cit.hlm.82
[11] Putra Daulay, Pendidikan islam, (Jakarta: Peranada
Media:2004),hlm.84
[12] Putra Daulay, Pendidikan islam, (Jakarta: Peranada
Media:2004),hlm.86
0 Silahkan Berkomentar Blogger 0 Facebook
Post a Comment
Sampaikanlah kritik dan saran anda yang bersifat membangun di kolom komentar untuk kesempurnaan dan kenyamanan anda dalam membaca. Terima kasih atas kerja samanya.