BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah
Pendidikan
Islam dewasa ini, benar-benar telah menjadi salah satu wilayah yang banyak
mengeluarkan biaya. Pendidikan yang pada hakekatnya adalah untuk semua (education
for all), sebagai hak individu warga negara dan juga warga dunia memiliki
hak memperoleh pendidikan secara adil.
Ditinjau
dari sisi sejarah, para ilmuan muslim adalah orang-orang yang memiliki komitmen
terhadap Islam yang tinggi, karena dalam perjalanan keilmuannya, sisi keduniaan
dan keagamaan tetap berjalan seiring dan institusi pendidikan tidak memisahkan
kedua sisi tersebut. Tokoh-tokoh dan para ilmuan tersebut memiliki dedikasi
yang tinggi terhadap keilmuannya di samping fungsinya sebagai ulama dan mereka
tidak menjadikan pendidikan keagamaan sebagai ajang mencari nafkah.
Pendidikan
keagamaan pada awalnya dianggap sebagai kebutuhan mutlak di samping harus
mempelajari bidang keduniaan untuk bekal hidup. Hal ini memang merupakan tujuan
pendidikan Islam dalam rangka menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
peran pendidikan Islam terhadap sumber daya manusia?
- Bagaimana menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas
menurut konsep pendidikan Islam?
C. Tujuan Penulisan
- Untuk mengetahui peran
pendidikan Islam terhadap sumber daya manuasia.
- Untuk mengetahui bagaimana menciptakan
sumber daya manusia yang berkualitas menurut konsep pendidikan Islam.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Peran Pendidikan Islam Terhadap Sumber Daya Manusia
Kemajuan
pada satu aspek dalam kehidupan ini menyebabkan ketimpangan dalam perjalanan
hidup manusia yang kemudian akan kembali menjadi permasalahan kemanusiaan
khususnya sumber daya manusia.
Menurut
Hadawi Nawawi Sumber daya manusia (SDM) adalah daya yang bersumber dari
manusia, yang berbentuk tenaga atau kekuatan (energi atau power). Sumber
daya manusia mempunyai dua ciri, yaitu : (1) Ciri-ciri pribadi berupa
pengetahuan, perasaan dan keterampilan (2) Ciri-ciri interpersonal yaitu
hubungan antar manusia dengan lingkungannya. Sementara Emil Salim menyatakan
bahwa yang dimaksud dengan sumber daya manusia adalah kekuatan daya pikir atau
daya cipta manusia yang tersimpan dan tidak dapat diketahui dengan pasti
kapasitasnya. Beliau juga menambahkan bahwa sumber daya manuasia dapat
diartikan sebagai nilai dari perilaku seseorang dalam mempertanggungjawabkan
semua perbuatannya, baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam kehidupan
berkeluarga, bermasyarakat dan berbangsa. Dengan demikian kualitas sumber daya
manusia ditentukan oleh sikap mental manusia.[1]
Dalam
perspektif Islam, pendidikan telah memainkan peran penting dalam upaya
melahirkan manusia yang handal dan dapat menjawab tantangan zaman. Sumber daya
manusia tersebut merupakan gerakan human investment adalah upaya pendidikan
jangka panjang untuk melahirkan sumber daya manusia.[2]
Pendidikan
Islam merupakan proses bimbingan (pimpinan, tuntutan, usulan) oleh subjek didik
terhadap perkembangan jiwa (pikiran, perasaan, kemauan, dan intuisi) dan raga
objek didik dengan bahan-bahan materi tertentu, pada waktu tertentu, dengan
metode tertentu dan dengan alat perlengkapan yang ada ke arah terciptanya
pribadi tertentu disertai evaluasi sesuai dengan ajaran Islam.[3]
Pendidikan
Islam mempunyai peranan penting dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia.
Sesuai dengan cirinya sebagai pendidikan agama, secara ideal berfungsi dalam
penyiapan sumber daya manusia yang berkualitas tinggi, baik dalam penguasaan
terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi maupun hal karakter, sikap moral, dan
penghayatan serta pengamalan ajaran agama. Secara singkat, pendidikan Islam yang ideal berfungsi
membina dan menyiapkan anak didik yang berilmu, berteknologi, berketrampilan
tinggi serta beriman beramal sholeh.
Sebagaimana
yang dikutip Azyumardi Azra dalam Konferensi Internasional Pertama tentang
pendidikan Islam di Mekah pada tahun 1977 merumuskan tujuan pendidikan Islam
sebagai berikut :
Pendidikan
bertujuan mencapai pertumbuhan kepribadian manusia yang menyeluruh secara
seimbang melalui latihan jiwa, intelek, diri manusia yang rasional, perasaan
dan indera. Karena itu pendidikan harus mencakup pertumbuhan manusia dalam
segala aspeknya: spiritual, intelek, imajinatif, fisik, ilmiah, bahasa, baik
secara individual maupun secara
kolektif, dan mendorong semua aspek ini ke arah kebaikan dan mencapai
kesempurnaan. Tujuan terakhir pendidikan Muslim terletak pada perwujudan
ketundukan secara sempurna kepada Allah baik secara pribadi, komunitas, maupun
seluruh umat manusia.[4]
Dengan
melihat isinya, pendidikan Islam dapat dinyatakan sebagai pendidikan keimanan,
ilmiah, amaliah, moral, dan sosial. Semua kriteria tersebut terhimpun dalam
firman Allah SWT ketika mensifati kerugian manusia yang menyimpang dari
pendidikan Islam baik individu maupun keseluruhan.
B.
Menciptakan Sumber Daya Manusia
yang Berkualitas Menurut Konsep pendidikan Islam
Islam
bukan hanya agama ibadah. Tetapi merupakan the way of life “jalan hidup”
yang paripurna, mengatur segala urusan keduniaan sekaligus merancang kehidupan
akhirat yang kekal dan juga mengembangkan sumber daya manusia yang berkualitas.
Allah berfirman dalam QS. An-Nisa ayat 9:
|·÷‚u‹ø9ur šúïÏ%©!$# öqs9 (#qä.ts? ô`ÏB óOÎgÏÿù=yz ZpƒÍh‘èŒ $¸ÿ»yèÅÊ (#qèù%s{ öNÎgøŠn=tæ (#qà)Gu‹ù=sù ©!$# (#qä9qà)u‹ø9ur Zwöqs% #´‰ƒÏ‰y™ ÇÒÈ
Terjemahan:
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di
belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap
(kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah
dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar”
Turunnya ayat
tersebut menurut Imam Suyuti dalam Lubabun Nuqul fi Asbab Nuzul adalah
berkenaan dengan pertanyaan Sa’ad Ibnu Abi Waqash kepada Rasulullah, “Ya Rasul,
aku memiliki harta yang banyak, sedangkan pewarisku hanya seorang anak wanita,
bolehkah aku menyedekahkan 2/3-nya saja? Rasul menjawab : “tidak boleh”.
Bagaimana kalau 1/3-nya saja ya Rasul, beliau menjawab “tidak boleh”, Seraya
berkata ”jika kamu meninggalkan pewarismu dalam keadaan jauh berkecukupan maka
akan lebih baik daripada kamu meninggalkannya dalam keadaan kekurangan sehingga
ia menggantungkan hidupnya pada orang lain.”
Dengan
keindahan gaya bahasa dan pesan moral yang dikandungnya,, Ayat tadi menjelaskan
bahwa kita harusnya merasa takut jika meninggalkan generasi di belakang kita
berada dalam keadaan lemah. Lemah apa yang harus kita khawatirkan? BJ. Habibi,
mantan presiden ketiga Republik Indonesia, menjelaskan, ”Ada lima kelemahan
yang harus kita waspadai pada generasi saat ini, yaitu lemah fisik, lemah
harta, lemah ilmu, lemah akhlak bahkan yang paling kita khawatirkan adalah
lemah akidah”.
Dalam
konsep pendidikan Islam untuk mengatasi kelemahan Sumber Daya Manusia langkah
konkret yang harus dilakukan adalah mempersiapkan generasi muda melalui
penetesan noktah-noktah qurani sebagai proteksi dari ancaman dekadensi moral
yang tidak terkendali. sedangkan untuk membentuk Sumber Daya Manusia yang
berkualitas dapat di lihat dari firman Allah SWT dalam penggalan Q.S Al-Mujadalah
ayat 11 sebagai berikut.
يَفْسَحِ اللَّهُ لَكُمْ وَإِذَا قِيلَ
انْشُزُوا فَانْشُزُوا يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ
أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ ÇÊÊÈ
Terjemahan: ...“niscaya
Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang
yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa
yang kamu kerjakan.”
Quraish
Shihab dalam Tafsir al-Misbah menjelaskan kalimat iman dan ilmu disebut
secara beriringan pada ayat tersebut mengandung arti bahwa iman tidak boleh
dipisahkan dari ilmu, begitu pun sebaliknya. Manusia beriman tapi tanpa ilmu ia
akan lemah dan mudah di perdaya, sebaliknya manusia pintar tapi tidak memiliki
iman, ia akan menjadi jahat, buas, ganas bahkan lebih ganas dari binatang buas.
Sejalan
dengan hal tersebut, Albert Einstein mengatakan “Science without Riligion is
Blind, but Religion without Science is Lame“; artinya “ilmu pengetahuan
tanpa agama adalah buta, tetapi agama tanpa ilmu pengetahuan adalah lumpuh”,
Sumber
daya manusia yang berkualitas yang diharapkan oleh bangsa ini adalah manusia
yang memiliki iman yang kuat dan ilmu pengetahuan mantap. Oleh karena itu,
lembaga pendidikan kita bukan saja dituntut mencetak sarjana-sarjana pintar,
teknokrat-teknokrat brilian, politikus-politikus cerdas. Tetapi kitapun
dituntut mencetak orang-orang benar, insan-insan beriman serta individu-individu
berakhlak mulia.[5]
Sumber
daya manusia juga merupakan salah satu faktor kunci dalam persaingan global,
yakni bagaimana menciptakan sumber daya manusia yang berkulitas dan memiliki
keterampilan serta berdaya saing tinggi dalam persaingan global yang selama ini
kita abaikan. globalisasi yang sudah pasti di hadapi oleh bangsa Indonesia
menutut adanya efesiensi dan daya saing dalam berbagai lini. Dalam globalisasi
yang menyangkut hubungan intraregional dan Internasional akan terjadi
parsaingan antarnegara. Indonesia dalam kancah persaingan global menurut worl
competitiveness report menempati urutan ke-45 atau terendah dari seluruh
negara yang diteliti, di bawa Singapura (8), Malaysia (34), Tiongkok (35), Flifina
(38), dan Thailand (40). Sementara di sisi lain jumlah angkatan kerja lulusan
perguruan tinggi terus meningkat.sampai dengan tahun 2000 ada sekitar 2,3 juta
angkatan kerja lulusan perguruan tinggi. Kesempatan kerja yang teratasbagi
lulusan perguruan tinggi ini menimbulkan dampak semakin banyak anga perguruan
sarjana di Indonesia.
Menurut
catatan di Rektor Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) Depdiknas angka
pengangguran sarjana di Indonesia lebih dari
300.000 orang. masalah Sumber Daya Manusia inilah yang menyebabkan
proses pembangunan yang berjalan selama ini kurang didukung oleh produktivitas
tenaga kerja yang memadai. Agar perguruan tinggi dapat menghasilkan Sumber Daya
Manusia yang unggul dan dapat berdaya saing global sehingga penelitian dan
pengabdian kepada masyarakat dapa terwujud sebagaimana ide awal pendirianya di
setiap provinsi oleh founding father soekarno maka berikut beberapa
sumbangan pemikiran.
Pertama, bebas terikat. Pengelolaan
pendidikan tinggi di Indonesia sebaiknya di berikan kebebasan penuh untuk
mengelolah dan mengembangkan diri sendiri termasuk kementrian tersendiri
berpisah dengan kementrian pendidikan dibawahnya. Adapun keterikatan adalah
standar dan kebutuhan dari pemerintah dan dunia usaha. perguruan tinggi harus
mampu menghasilkan ilmuwan yang diinginkan oleh pemerintah dan dunia usaha.
Kedua, pengembangan program khusus. Program khusus adalah program
yang belum dikembangkan oleh perguruan tinggi lain baik dalam negeri maupun
luar negeri seperti penelitian terhadap pola kesehatan, pendidikan,dan karakter
suku-suku terasing, penelitian tentang berbagai kepecayaan sebagai dasar moral,
pengembangan dan penelitian objek potensi wisata budaya dan sebagainya.
Ketiga, melibatkan dunia industri dan pasar. Pengelolaan
pendidikaan tinggi sebaiknya ada di tengah-tengah industri dan pasar sehingga
saling membutuhkan antarsatu dengan yang lain pendidikan tinggi menyusun
kurikulum berdasarka kebutuhan industri dan pasar begitu pula sebaliknya
industri dan pasar menggunakan jasa SDM perguruan tinggi.
Keempat, orientasi pembelajaran soft skills. pengelolaan
proses belajar mengajar oleh perguruan tinggi sebaiknya di rancang untuk
memberikan keterampilan kepada mahasiswanya kalau sekarang ada pembelajaran PAIKEM
maka pendidikan tinggi juga harus merancang pembelajaran yang di lakukan di
dunia pasar dan industri. Bahkan kalau perlu mahasiswa menyelasaikan semester
akhir termasuk riset akhir di susun berdasarkan permintaan dunia pasar dan
industri.
Kelima, internasionalisasi: lerning to live together.
persatuan dan kesatuan merupakan kebutuhan memahami berbagai aspek kehidupan di
antara berbagai kelompok di tubuh bangsa. Adapun internasionalisasi merupakan
usaha kerja sama melalui saling pengertian di antara berbagai bangsa,
internasionalisasi merupakan wahana untuk dapat memahami bangsa lain, dalam
segala aspek kehidupannya. Wahana itu, misalkan, melalaui bahasa internasional
yang penting di masyarakatkan di kampus. Begitupun kampus perlu menciptakan
model mini kehidupan intenasional. Penerimaan mahasiswa asing, berbagai model
kerja sama, pusat kajian antarbangsa, mata kuliah cross-cultural education
perlu di perkenalkan di kampus.
Keenam, peningkatan cost efficiency. menyusutnya nilai
budget yang ada, dan di sisi lain kian meningkatnya tuntutan mutu keluaran (output),
memaksa manajemenpendidikan tinggi selalu meninjau kembali program-programnya,
dan mengubah urutan prioritas. Tujuanya adalah untuk mendapatkan pilihan yang
tepat, komponen mana yang memberikan multiple effects dalam keseluruhan
program perguruan tinggi.
Ketujuh,
quality assurance. Quality assurance
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam manajemen pendidikan
tinggi berbasiskan mutu keluaran. Ini mengingat mutu terkait dengan perbaikan
sistem yang menyuruh. Dengan demikian, usaha menjaga mutu keluaran harus melibatkan
perbaikan semua aspek manajemen pendidikan tinggi. baik aspek pengelolaan
akademik maupun aspek penunjangnya. kita menyadari bahwa performance
suatu organisasi adalah performance
dari mata rantai terlemah. dengan demikian manajemen harus selalu melakukan
assessment untuk mencari tahu mata rantai terlemah itu. kemudian
melaksanakan perlakuan khusus memperbaikinya.
Kedelapan, moral building. di awal reformasi, perguruan tinggi
mengkalaim peranannya sebagai kekuatan moral dari reformasi. klaim ini bermakan
perguruan tinggi unggul dalam keintelektualnya dan terpercaya moralnya.
Dibandingkan lembaga lain, perguruan tinggi relatif tidak terkooptasi oleh
struktur kekuasaan yang dinilai tidak mencerminkan komitmen moral untuk
membangun bangsa. Masalahnya, apakah
peran itu dapat dilakukan secara konsisten? begitu juga sejauh mana, misalnya
masyarakat menganggap perguruan tinggi memiliki peran demikian. Apakah jika common
enemy telah tidak ada, di saat masing-masing individu memiliki orientasi
berbeda, kesatuan moral masihkah dapat di pertahankan? terlepas dari berbagai
pertanyaan itu, kebersihan manajemen pendidikan tinggi pada reformasi,
bargantung seberapa besar anggota civitas akademika memiliki komitmen moral
untuk mewujudkan visi dan misinya. manajemen harus berdaya uapaya agar setiap
civitas akademika memiliki komitmen moral tersebut revitalisasi komitmen
merupakan kunci keberhasilan reformasi yang di laksanakan perguruan tinggi.[6]
Oleh
karena itu, berkaitan dengan hal di atas maka, mari kita berpartisipasi dalam
menciptakan generasi penerus yang cerdas dan berkualitas, yang siap membawa
bangsa ini ke arah kemajuan dan mampu bersaing dengan negara lain. Kita bingkai
peradaban modern dengan ilmu dan iman agar tercipta perpaduan keselarasan
sebagaimana yang digariskan Oleh Al-Qur’an.
[1]Djaafar,
Pendidikan Non Formal Dan Peningkatan Sumber Daya Manusia Dalam
Pembangunan. (Padang : FIP UNP 2001), h. 2
[2] Yasmadi, Modernisasi Pesantren Kritik Nurcholish
Madjid terhadap Pendidikan Islam Tradisional, ( Jakarta : Ciputat Press, 2002), h. 152.
[3] Azyumardi Azra, Pendidikan
Islam : Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru. (Jakarta : Kalimah.
2001). h. 6
[4] Azyumardi Azra, Pendidikan Islam Tradisi dan
Modernisasi Menuju Millennium Baru, (Jakarta : Logos Wacana Ilmu,
1999), h. 57.
[5] Soefyan, Peranan
Pendidikan Islam dalam SDM, Dalam, http://soefya.blogspot.co.id/2014/11/peranan-pendidikan-islam-dalam-sumber.html,
di akses pada tanggal 03 April 2018 pukul 20:33 WITA
[6] Afriantoni, dkk, Isu-Isu
Kritis dalam Pendidikan Tinggi: Sebuah Tinjauan Aktual Terhadap Praktik
Pendidikan Tinggi di Indonesia, (Yogyakarta: Deepublish, 2016) h. 73-76
sampai di sini yha postingan kali ini,, muda-mudahan kita berjumpa di lain waktu, dengan postingan yang berbeda, wassalamu'alaikum wr,wb
0 Silahkan Berkomentar Blogger 0 Facebook
Post a Comment
Sampaikanlah kritik dan saran anda yang bersifat membangun di kolom komentar untuk kesempurnaan dan kenyamanan anda dalam membaca. Terima kasih atas kerja samanya.