PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
           
            Ilmu sebagai suatu pengetahuan, yang diperoleh melalui cara-cara tertentu. Karena menuntut ilmu dinyatakan wajib, maka kaum muslimin menjalankannya sebagai suatu ibadah, seperti kita menjalankan sholat, puasa. Maka orang pun mencari keutamaan ilmu. Disamping itu, timbul pula proses belajar-mengajar sebagai konsekuensi menjalankan perintah Rasulullah itu proses belajar mengajar ini menimbulkan perkembangan ilmu, yang lama maupun baru, dalam berbagai cabangnya. Ilmu telah menjadi tenaga pendorong perubahan dan perkembangan masyarakat. Hal itu terjadi, karena ilmu telah menjadi suatu kebudayaan. Dan sebagai unsur kebudayaan, ilmu mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam masyarakat Muslim dan dihadapan Allah. Jadi ilmu juga bisa diartikan atau dijadikan sebagai pusat dari perubahan dan perkembangan di dalam suatu masyarakat. Ilmu telah diibaratkan dengan keutamaan atau kelebihan Nabi yg diberikan Allah kepadanya. Begitu tingginya derajat orang yang berilmu disisi Allah dan manfaatnya ataupun pentingnya sangat banyak untuk perubahan-perubahan dalam masyarakat.

B.     RUMUSAN MASALAH
1.      pengertian ilmu pengetahuan dan perbedaan ilmu pengetahuan.?
2.      apa yg di  maksud dengan filsafat.?
3.      apa yg di maksud dengan pragmatisme.?


PEMBAHSAN

 A.     Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang berasal dari pengamatan, studi dan pengalaman yang disusun dalam satu system untuk menentukan hakikat dan prinsip tentang hal yang sedang dipelajari.[1]
Dengan demikian ilmu pengetahuan dapat dikatakan sebagai pengetahuan yang ilmiah. Pengetahuan yang telah disusun secara sistematis untuk memperoleh suatu kebenaran. Ilmu pengetahuan merupakan ilmu pasti. eksak, terorganisir, dan riil. Jika dikatakan seseorang mengetahui sesuatu, berarti dia telah memiliki pengetahuan tentang sesuatu itu. Dengan demikian pengatahuan adalah suatu kata yang digunakan untuk menunjuk kepada apa yang diketahui oleh seseorang. Pengetahuan senantiasa memiliki subyek, yakni yang mengetahui dan obyek, yakni sesuatu yang diketahui. Dan pengetahuan juga bertautan erat dengan kebenaran, karena demi mencapai kebenaranlah maka pengetahuan itu eksis. Kebenaran adalah kesesuaian antara pengetahuan dengan obyeknya. Ketidaksesuaian pengetahuan dengan obyeknya disebut kekeliruan. Suatu obyek yang ingin diketahui senantiasa memiliki begitu banyak aspek yang amat sulit diungkapkan secara serentak. Kenyataannya, manusia hanya mengetahui beberapa aspek dari suatu obyek itu, sedangkan yang lainnya tetap tersembunyi baginya. Dengan demikian jelas bahwa amat sulit untuk mencpai kebenaran yang lengkap dari obyek tertentu, apalagi mencapai seluruh kebenaran dari segala sesuatu yang dapat dijadikan obyek pengetahuan.

Menurut Jan Hendrik Rapar (1996:38) bahwa pengetahuan itu dapat dibagi ke dalam tiga jenis, yaitu : 1) Pengetahuan biasa (ordinary knowledge). Ini terdiri dari “nir-ilmiah” dan “pra-ilmiah”. Pengetahuan nir-ilmiah adalah hasil penyerapan dengan indera terhadap obyek tertentu yang dijumpai dalam kehidupan sehari-hari dan termasuk pula pengetahuan intuituf. Pengetahuan pra-ilmiah merupakan hasil penyerapan inderawi dan pengetahuan yang merupakan hasil pemikiran rasional yang tersedia untuk diuji lebih lanjut kebenarannya dengan menggunakan metode-metode ilmiah. 2) pengetahuan ilmiah (scientific knowledge), pengetahuan yang diperoleh lewat penggunaan metode-metode ilmiah yang lebih menjamin kepastian kebenaran yang dicapai. Inilah pengetahuan yang sering disebut sains (science). 3. pengetahuan filsafat (philosophical knowledge), yang diperoleh lewat pemikiran rasional yang didasarkan pada pemahaman, penafsiran, spekulasi, penilaian kritis serta pemikiran-pemikiran yang logis, analitis dan sistematis. Pengetahuan filsafat ini berkaitan dengan hakikat, prinsip dan asas seluruh realitas yang dipersoalkan selaku obyek yang hendak dicapai atau diketahui.

             Perbedaan Pengetahaun dengan Ilmu

Dari seperangkat pengertian yang ada, pengetahaun dengan ilmu sering dikacaubalaukan. Keduanya sering dianggap mempunyai persamaan makna, bahkan telah dirangkum menjadi sebuah kata majemuk yang mengandung arti tersendiri. Padahal apabila kedua kata itu berdiri sendiri, maka perbedaannya akan nampak dengan jelas. Kata pengetahuan diambil dari bahasa Inggris knowledge, sedangkan ilmu berasal dari bahasa Arab ilm (عـلـم) atau kata Inggis science. Makna semacam ini nampak lebih baik daripada mencampuradukkan dua kata tersebut. Dengan memisahkan kedua kata ini, maka akan diperoleh pengertian dan perbedaannya masing-masing.

Pengetahaun dapat diartikan sebagai hasil tahu manusia terhadap sesuatu atau segala perbuatan manusia untuk memahami suatu obyek yang dihadapi atau obyek tertentu. Pengetahuan dapat berwujud benda-benda fisik, pemahamannya dilakukan dengan cara persepsi baik lewat indera maupun lewat akal. Dapat pula obyek yang dipahami itu berbentuk ideal atau yang bersangkutan dengan masalah kejiwaan yang cara memahaminya dengan komprehensi, bahkan dapat berwujud subsistensi yang dipahami lewat persepsi. Apabila obyeknya berupa nilai (value), pemahamannya lewat persepsi pula. Franz Rosenthal mengemukakan bahwa ada lebih dari seratus definis pengetahaun, antara lain : (a) pengetahaun yang menyangkut proses mengetahui, (b) pengetahuan yang menyangkut tentang pengamatan, (c) pengetahaun yang menyangkut proses yang diperoleh melalui persepsi mental dan (d) pengetahuan yang menyangkut kepercayaan.[2]

Pengertian ilmu sebagaimana dikemukakan oleh The Liang Gie adalah suatu bentuk aktivitas manusia yang dengan melakukannya manusia memperoleh suatu pengetahuan dan pemahaman yang senantiasa lebih lengkap dan cermat tentang alam di masa lampau, sekarang dan kemudian hari, serta suatu kemampuan yang meningkat untuk menyesuaikan dirinya pada dan mengubah lingkungan serta mengubah sifat-sifatnya sendiri. Sementara Charles Singer mengatakan “Ilmu adalah proses yang membuat pengetahuan”. Jujun S. Suriasumantri dalam bukunya Ilmu Dalam Perspektif menulis “ilmu lebih bersifat merupakan kegiatan daripada sekedar produk yang siap dikonsumsikan”.

Perbedaan antara ilmu dan pengetahuan dapat ditelusuri dengan melihat perbedaan ciri-cirinya. Menurut Herbert L. Searles ciri-ciri tersebut sebagai berikut : “Kalau ilmu berbeda dengan filsafat berdasarkan ciri empiris, maka ilmu berbeda dari pengetahuan biasa karena ciri sistematisnya”. Mohammad Hatta (mantan Wakil Presiden RI pertama) membedakan ilmu dengan pengetahuan sebagai berikut : “Pengetahuan yang didapat dari pengalaman disebut pengetahuan pengalaman, atau ringkasnya pengetahuan. Pengetahuan yang didapat dengan jalan keterangan disebut ilmu. Bahwasanya pengetahuan saja bukanlah ilmu, dapat kita persaksikan pada binatang yang juga mempunyai pengetahuan, misalnya anjing. Dari gerak tangan tuannya atau dari keras atau lembutnya suara tuannya itu, ia tahu apa yang dimaksud tuannya terhadap dia. Tiap-tiap ilmu mesti bersendi kepada pengetahuan. Pengetahuan adalah tangga yang pertama bagi ilmu untuk mencari keterangan lebih lanjut”.

Jadi pada dasarnya perbedaan antara ilmu dengan pengetahuan adalah terletak pada sifat sistematik dan cara memperolehnya. Perbedaan tersebut menyangkut pengetahuan yang pra-ilmiah atau pengetahuan biasa, sedangkan pengetahuan ilmiah dengan ilmu tidak mempunyai perbedaan yang berarti. Dalam perkembangan selanjutnya di Indonesia, pengetahuan disamakan artinya dengan ilmu, karena kata ilmu yang berasal dari bahasa Arab berarti pengetahuan. Nawawi Dusky menulis dalam Buletin Dakwah : “ilmu yang berasal dari bahasa Arab ini artinya adalah pengetahaun”. Dengan demikian bahwa secara bahasa pengetahuan dengan ilmu bersinomin arti, sedangkan dalam arti material keduanya mempunyai perbedaan. Sementara itu menurut disiplinya, ilmu pengetahuan dapat digolongakan menjadi tiga, yaitu : ilmu deduktif (ilmu-ilmu formal), ilmu induktif (ilmu-ilmu empiris) dan ilmu reduktif (sejarah dan lain-lain) [3]

B.       Filsafat
Secara etimologis (asal-usul kata) filsafat berasal dari kata yunani philia (=love, cinta) dan sophia (=wisdom, kebijaksanaan). Jadi ditinjau dari pada arti etimologis istilah ini berarti cinta pada kebjaksanaan.[4]
Pengertian filsafat secara garis besar adalah ilmu yang mendasari suatu kosep berfikir manusia dengan sungguh-sungguh untuk menemukan suatu kebenaran yang kemudian dijadikan sebagai pandangan hidupnya. Sedangkan secara khusus filsafat adalah suatu sikap atau tindakan yang lahir dari kesadaran dan kedewasaan seseorang dalam memikiran segala sesuatu secara mendalam dengan melihat semuanya dari berbagai sudut pandang dan korelasinya. Filsafat adalah studi tentang seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis dan dijabarkan dalam konsep mendasar. Filsafat tidak didalami dengan melakukan eksperimen-eksperimen dan percobaan-percobaan, tetapi dengan mengutarakan masalah secara persis, mencari solusi untuk itu, memberikan argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu. Secara
 etimologi, filsafat berarti cinta kebijaksanaan dan kebenaran. Istilah ini berasal dari bahasa Yunani, yang merupakan katan majemuk dari Philia dan Sophia. Menurut Poedjawijatna filsafat berasal dari kata Arab yang erat hubungannya dengan bahasa Yunani, bahkan asalnya memang dari kata Yunani, yaitu philosophia, yang merupakan bentuk kata majemuk dari philo dan sophia. Philo berarti cinta atau keinginan dan karenanya berusaha untuk mencapai yang diinginkan itu. Sedangkan sophia berarti kebijakan (hikmah) atau kepandaian. Jadi filsafat adalah keinginan yang mendalam untuk mendapatkan kepandaian atau cinta pada kebijakan.[5] Harun Nasution juga mengatakan bahwa filsafat berasal dari bahasa Arab, yaitu falsafa dengan wazan atau timbangan fa’lala, fa’lalah dan fi’lal. Kalimat isim atau kata benda dari kata falsafa ini adalah falsafah dan filsaf. Dalam bahasa Indonesia, lanjut Harun banyak terpakai kata filsafat,  padahal bukan dari kata falsafah (Arab) dan bukan pula dari philosophy (Inggris), bahkan juga bukan merupakan gabungan dari dua kata fill (mengisi atau menempati) dalam bahasa Inggris dengan safah (jahil atau tidak berilmu) dalam bahasa Arab sehingga membentuk istilah filsafat.[6] Dalam bahasa Indonesia seseorang yang mendalami bidang falsafah disebut "filsuf".
 Secara terminologi pengertian filsafat memang sangat beragam, baik dalam ungkapan maupun titik tekannya. Menurut Poedjawijatna, filsafat adalah sejenis pengetahuan yang berusaha mencari sebab yang sedalam-dalamnya tentang segala sesuatu berdasarkan pikiran belaka. Sementara Hasbullah Bakry, mengatakan bahwa filsafat adalah sejenis pengetahuan yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam semesta dan manusia. Plato mendefinisikan filsafat adalah pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran asli (hakiki), dan kata Aristoteles filsafat adalah peengetahuan yang meliputi kebenaran yang tergabung di dalamnya metafisika, logika, retorika, ekonomi, politik dan estetika. Selanjutnya, menurut Immanuel Kant filsafat adalah pengetahuan yang menjadi pokok pangkal segala pengetahuan yang tercakup di dalamnya empat persoalan, yaitu : (a) apa yang dapat diketahui, jawabannya adalah metafisika, (b) apa yang seharusnya diketahui, jawabannya adalah etika, (c) sampai di mana harapan kita, jawabannya adalah agama dan (d) apa itu manusia, jawabannya adalah antropologi.[7]

Barangkali karena rumitnya mendefinisikan filsafat dan ternyata hasilnya juga relatif sangat beragam, maka Muhammad Hatta tidak mau terlalu gegabah memberikan definisi filsafat. Menurut dia sebaiknya filsafat tidak diberikan defenisi terlebih dahulu, biarkan saja orang mempelajarinya secara serius, nanti dia akan faham dengan sendirinya. Pendapat Hatta ini mendapat dukungan dari Langeveld. Pendapat ini memang ada benarnya, sebab inti sari filsafat sesungguhnya terdapat pada pembahasannya. Akan tetapi – khususnya bagi pemula – sekedar untuk dijadikan patokan awal maka defenisi itu masih sangat diperlukan.

Agama
Agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya.
Kata "agama" berasal dari bahasa Sanskertaāgama yang berarti "tradisi". Sedangkan kata lain untuk menyatakan konsep ini adalah religi yang berasal dari bahasa Latin religio dan berakar pada kata kerja re-ligare yang berarti "mengikat kembali". Maksudnya dengan berreligi, seseorang mengikat dirinya kepada Tuhan.[8]
D.    Pengertian Pragmatisme

          Kata pragmatisme sering sekali diucapkan orang. Orang-orang menyebutkan kata itu biasanya dalam pengertian praktis. Jika orang berkata, “Rancangan ini kurang pragmatis”, maka maksudnya ialah rangcangan itu kurang pragtis. Pengertian seperti itu tidak begitu jauh dari pengertian pragmatisme yang sebenarnya, tetapi belum menggambarkan keseluruhan pengertian pragmatisme.
          Kata pragmatisme diambil dari kata pragma (bahasa Yunani) yang berarti tindakan, perbuatan (Encyclopedia Americana, 15 : 683). Pragmatisme mula-mula di perkenalkan oleh Charles Sanders Peirce (1839-1914), filosof Amerika yang pertama kali menggunakan pragmatisme sebagai metode filsafat (Stroh, 1968) tetapi pengertian pragmatisme telah terdapat juga pada Socrates, Aristoteles, Berkeley, dan Humen.[9] 
          Adapun pengertian lain mengenai Pragmatisme yaitu suatu aliran yang mengajarkan bahwa yang benar adalah apa saja yang membuktikan dirinya sebagai yang benar dengan akibat-akibat yang bermanfaat secara pragtis. Misalnya, berbagai pengalaman pribadi tentang kebenaran mistik, asalkan dapat membawa kepraktisan dan bermanfaat. Artinya, segala sesuatu dapat diterima asalkan bermanfaat bagi kehidupan.[10]

          Sedangkan menurut pendapat saya selaku penulis makalah ini berpendapat bahwa pragmatisme adalah suatu hal yang pragtis dalam pemaparannya dan  mudah dimengerti dan mempunyai kegunaan yang bermanfaat dalam ilmu filsafat. Adapun prgmatisme menurut para ahli antara lain:

          Menurut William James mengatakan bahwa secara ringkas pragmatisme adalah realitas sebagaimana yang kita ketahui. Peirce-lah yang membiasakan istilah ini dengan ungkapannya, “Tentukan apa akibatnya, apakah dapat dipahami secara praktis atau tidak. Kita akan mendapat pengertian tentang objek itu, kemudian konsep kita tentang akibat itu, itulah keseluruhan konsep objek tersebut.” Ia juga menambahkan untuk mengukur kebenaran suatu konsep, kita harus mempertimbangkan apa konsekunsi itulah yang merupakan pengertian konsep tersebut. Jadi, pengertian suatu konsep ialah konsekuensi logis konsep itu. Bila suatu konsep yang dipraktekkan tidak mempunyai pengertian apa-apa, maka konsep itu tidak mempunyai pengertian apa-apa bagi kiat.[11] Begitupun pengertian Charles S. Pierce (1839-1914) bagi doktrin pragmatisme, yang diumumkannya pada tahun 1978. Pragmatisme adalah pragmatisme menurut paham PIERCE itu.[12]
        
Secara umum, Pragmatisme berarti hanya idea yang dapat dipraktikkan yang benar dan berguna. Idea-idea yang hanya ada di dalam idea seperti idea pada Plato, pengertian umum pada Socrates, definisi pada Aristoteles, juga keimbangan terhadap realitas objek indera pada Descartes semua ini nonsense bagi pragmatisme. Yang ada adalah apa yang real ada. Demikian menurut James takkala ia membantah Zeno yang mengaburkan arti gerak.[13]

Pragmatisme dalam Ilmu Filsafat

          Pemikiran filsafat lahir karena dalam sepanjang hidup mengalami konplik antara pandangan ilmu pengetahuan dengan pandangan agama. Ia beranggapan, bahwa masalah kebenaran tentang asal/tujuan dan hakikat bagi orang Amerika terlalu teoritis. Ia menginginkan hasil-hasil yang konkret. Dengan demikian, untuk mengetahui kebenaran dari ide atau konsep haruslah diselidiki konsekuensi-konsekuensi praktisnya. Kaitannya dengan agama, apabila ide-ide agama dapat memperkaya kehidupan, ide-ide tersebut benar.[14]
          Toko pragmatisme kedua adalah John Dewey. Sebagai pengikut filsafat pragmatisme, Jhon Dewey mengatakan bahwa tugas filsafat adalah memberikan pengarahan bagi perbuatan nyata. Filsafat tidak boleh larut dalam pemikiran-pemikiran meta yang kurang praktis, tidak ada paedahnya. Oleh karena itu, filsafat harus berpijak pada pengalaman dan mengelolahnya secara kritis.
          Menurutnya, tak ada sesuatu yang tetap. Manusia senantiasa bergerak dan berubah. Jika mengalami kesulitan, segera berpikir untuk mengatasi kesulitan kesulitan itu. Oleh karena itu, berpikir tidak lain dari alat (instrumen) untuk bertindak. Kebenaran dari pengertian dapat ditinjau dari berhasil tidaknya memengaruhi kenyataan. Satu-satunya cara yang dapat dipercaya untuk mengatur pengalaman dan untuk mengetahui arti yang sebenarnya adalah metode induktif. Metode ini tidak hanya berlaku bagi ilmu pengetahuan fisika, melainkan juga bagi persoalan-pesoalan sosial dan moral.[15]
          James melihat ada dua macam watak kefilsafatan yang pokok ia menggunakan istilah tough minded dan tender minded.
          Tough minded yang fositif ialah karena ia empiris dan mendasarkan dari atas fakta yang jelas. Tetapi tidak mampu menunjukkan nilai-nilai yang nyata, tidak mendukung agama, dan kurang memperhatikan kebutuhan manusia.
          Tender minded memdukung agama, memperhatikan harapan-harapan manusia, tetapi tidak berdasarkan fakta nyata. Pernyataan pragmatisme disini ialah: dapatkah kita memiliki suatu filsafat yang menyertai kedua ekstremitas ini? Dapatkah kita memiliki filsafat yang mendasarkan diri atas fakta, tetapi memperhatikan pula nilai-nilai kehidupan berupa agama dan harapan?
          Pragmatisme, menurut James, memperhatikan tuntutan manusia dan tuntutan filsafat. Pembangunan kedua-duanya itulah yang disebut meliorisme, yaitu  suatu konsep yang ingin menengahi kedua ekstremitas tadi. Dengan demikian, pragmatisme James lebih luas dari pada tough dan tender minded. Namun, perlu diingat bahwa pada dasarnya pragmatisme adalah suatu metode atau pendekatan masalah, bukan filsafat yang memberikan jawaban final terhadap permasalahan manusia. Tatkala James menengahi kedua filsafat yang ekstrem itu, kelihatanlah pragmatisme itu memihak kepada metode empiris. Akan tetapi, ia tidak terbatas pada apa yang dapat diindera saja sebagaimana ia tidak hendak ide yang kompleks dengan semata-mata hasil asosiasi. Karena pragmatisme adalah empirisme radikal, ia tidak menerima objek spiritual yang abstrak dan statis secara a priori seperti halnya pemikiran tender minded. Pragmatisme James dapat menerima realitas agama dan spiritual selama hal itu berfungsi dalam kehidupan manusia.[16]
  
Manfaat Pragmatisme dalam Ilmu Filsafat

          Cara menentukan baik dan tidak baik juga harus menggunakan pandangan pragmatisme. Seseorang bertindak tentulah karena mengharapkan suatu hasil. Seseorang bartindak berbeda dengan yang lain karena hasil yang diharapkan berbeda. Oleh karena itu, kaidah moral yang umum tidak mungkin.
          Mengenai determinisme dan indeterminisme, menurut James, sains tidak dapat membuktikan hakikat keduanya. Sains tidak dapat menentukan apakah menentukan apak seseorang bebas ataukah terikat dalam memilih tindakannya. Pragmatisme melihat hal ini dari segi hasilnya. Determinisme akan melahirkan pesimisme dan menghilangkan harapan masa depan, jadi tidak membawa kepada kemajuan. Determinisme mengajarkan bahwa  segala-galanya sudah ditentukan. Ini ternyata tidak dapat dibuktikan kebenarannyaoleh sains. Di lain pihak, ia menghasilkan optimisme, harapan masa depan yang cerah. Akan tetapi, karena aliran ini mengajarkan segala-galanya ditentukan oleh manusia, maka aliran ini juaga mengakibatkan yang tidak baik bagi moral. Bila orang berbuat berdasarkan rancangannya, maka kekacauan moral akan terjadi. Kalau begitu, bagaimana?
          Pragmatisme menunjukkan jalan tengah. Pragmatisme meyakini perlunya indeterminisme (free will) karena paham ini berguna bagi kemajuan. Akan tetap, nilai moral yang dibuat olah orang per orang itu tidak boleh doabsolutkan. Nila moral tidak boleh statis. Ia dapat berubah dan dapat lebih dari satu macam, sesuai dengan keperluan dalam tindakan. Jadi, di dalam free will itu kita akan sampai kepada kebenaran moral, tetapi kebenaran itu tidak absolut ; ia adalah kebenaran yang belum selesai.[17]
          Seperti telah kita lihat, James konsep asli pragmatisme dari peirce dengan menjadikannya “dapat dipraktekkan” atau “dapat digunakan” pada semua aspek kehidupan. Ia setuju dengan Peirce bahwa pragmatisme itu semata-mata metode, bukan doktrin. Akan tetapi karena James melihat pragmatisme itu dapat diterapkan pada masalah-masalah manusia, ia mengembangkan pragmatisme tersebut. Selama pragmatisme merupakan metode, itu hanya berarti bahwa dunia pada dasarnya dikenal lewat pengalaman. James mengembangkan bahwa pragmatisme, selain sebagai empirisisme, juga berarti konsep yang dinamis dan fungsional yang dulu gagal diselesaikan oleh empirisisme. Bila pragmatisme itu empiris, ia harus membimbing kepada empirisme yang dinamis, radikal. Empirisisme radikal ialah nama yang diberikan oleh James untuk pandangan tentang dunia.[18]






[1] Endang Saifuddin Anshari, Ilmu, Filsafat, dan Agama, 1979, Jakarta: Bulan Bintang, hal: 15
2Miska Muhammad Amien, Epistemologi Islam Pengantar Filsafat Pengetahaun Islam, UI Press, Jakarta, 1983, hal. 4 - 7
[3] Jan Hendrik Rapar, 1996 : 74
[4] Zainal Abidin, Filsafat Barat, 2011, Jakarta: Rajawali Pers, hal 9
[5] Ahmad Tafsir, Filsafat Umum, PT. Remaja Rosdakarya Bandung,  2000, hal. 9
[6]Amsal Bakhtiar, Filsafat Agama, Jakarta : Logos Wacana Ilmu, Cet. II 1999, hal.6
[7] Ahmad Tafsir, Op. Cit, hal. 10
[8] http://id.wikipe.dia.org/wiki/Agama
             [9] Ibid., h. 189
             [10] Asmoro Achmadi, Filsafat Umum (Cet.X; Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2010), h. 124

3
             [11] Ahmad Tafsir, op., cit, h. 190
             [12] Endang Saifuddin Anshari, Ilmu Filsafat & Agama (Cet.II; Surabaya: Bina Ilmu, 2009), h. 25

4
[13] Atang Abdul Hakim, op., cit, h. 321
             [14] Asmoro Achmadi, op., cit, h. 125
5
             [15] Hasan Basri, op., cit, h. 99
6
             [16] Hasan Basri, op., cit, h. 196-198
7
             [17] Ibid., h. 202
             [18] Ibid., h. 207
8

0 Silahkan Berkomentar Blogger 0 Facebook

Post a Comment

Sampaikanlah kritik dan saran anda yang bersifat membangun di kolom komentar untuk kesempurnaan dan kenyamanan anda dalam membaca. Terima kasih atas kerja samanya.

 
Copyright © 2014 -. Member Blog ( Mb ) All Rights Reserved. Powered by Blogger
Privacy Policy Top