PENDAHULUAN

      A. Latar Belakang
Manusia adalah hamba Allah yang diturunkan ke bumi ini sebagai penghuninya. Manusia adalah makhluk Allah diberi kelebihan berupa akal daripada makhluk-makhluk lainnya. Dengan akalnya itu manusia bisa berbuat lebih daripada makhluk lainnya.
Pada awal penciptaannya, manusia hanyalah makhluk yang tidak tau apa-apa dan karenanya manusia membutuhkan sebuah petunjuk bagi jalan hidupnya. Manusia memerlukan guideline agar hidupnya selamat di dunia dan di akhirat. Guideline bagi manusia adalah agama. Agama adalah petunjuk hidup, melingkupi seluruh aspek dalam diri manusia, termasuk ilmu pengetahuan.
Begitu banyak penemuan-penemuan ilmiah terbaru di abad modern ini ternyata sudah ditegaskan oleh Al-Qur’an sejak belasan abad lampau. Dengan adanya bukti ilmiah yang sesuai dengan kitab suci, maka dapat diketahui bahwa sesungguhnya agama selaras dengan ilmu pengetahuan. Tidak ada pertentangan antara agama dengan ilmu pengetahuan.
Agama tidak mengekang ilmu pengetahuan. Agama hanyalah mengatur agar ilmu pengetahuan tidak melewati batas-batas norma dan etika yang adanya. Di dalam agama, untuk hal-hal yang sifatnya bukan ibadah umum terdapat kaidah ”segala hal itu diperbolehkan kecuali yang dilarang.” Dengan demikian ilmu pengetahuan dapat terus berkembang dan bermanfaat bagi umat manusia.
B. Rumusan Masalah
1.      Pengertian filsafat  ilmu pengetahuan dan agama.?
2.      Relasi dan Relevansi Antara Filsafat, Ilmu Pengetahuan dan Agama.?
3.      Hubungan antara ilmu pengetahuan dan agama.?


PEMBAHASAN


A. Pengertian filsafat  ilmu pengetahuan dan agama
1. Filsafat
Secara etimologis (asal-usul kata) filsafat berasal dari kata yunani philia (=love, cinta) dan sophia (=wisdom, kebijaksanaan). Jadi ditinjau dari pada arti etimologis istilah ini berarti cinta pada kebjaksanaan.[[1]]
Pengertian filsafat secara garis besar adalah ilmu yang mendasari suatu kosep berfikir manusia dengan sungguh-sungguh untuk menemukan suatu kebenaran yang kemudian dijadikan sebagai pandangan hidupnya. Sedangkan secara khusus filsafat adalah suatu sikap atau tindakan yang lahir dari kesadaran dan kedewasaan seseorang dalam memikiran segala sesuatu secara mendalam dengan melihat semuanya dari berbagai sudut pandang dan korelasinya. Secara harfiyah atau etimologi, filsafat berarti cinta kebijaksanaan dan kebenaran. Istilah ini berasal dari bahasa Yunani, yang merupakan katan majemuk dari Philia dan Sophia. Menurut Poedjawijatna filsafat berasal dari kata Arab yang erat hubungannya dengan bahasa Yunani, bahkan asalnya memang dari kata Yunani, yaitu philosophia, yang merupakan bentuk kata majemuk dari philo dan sophia. Philo berarti cinta atau keinginan dan karenanya berusaha untuk mencapai yang diinginkan itu. Sedangkan sophia berarti kebijakan (hikmah) atau kepandaian. Jadi filsafat adalah keinginan yang mendalam untuk mendapatkan kepandaian atau cinta pada kebijakan. [[2]] Harun Nasution juga mengatakan bahwa filsafat berasal dari bahasa Arab, yaitu falsafa dengan wazan atau timbangan fa’lala, fa’lalah dan fi’lal. Kalimat isim atau kata benda dari kata falsafa ini adalah falsafah dan filsaf. Dalam bahasa Indonesia, lanjut Harun banyak terpakai kata filsafat,  padahal bukan dari kata falsafah (Arab) dan bukan pula dari philosophy (Inggris), bahkan juga bukan merupakan gabungan dari dua kata fill (mengisi atau menempati) dalam bahasa Inggris dengan safah (jahil atau tidak berilmu) dalam bahasa Arab sehingga membentuk istilah filsafat. [[3]]
       Secara terminologi pengertian filsafat memang sangat beragam, baik dalam ungkapan maupun titik tekannya. Menurut Poedjawijatna, filsafat adalah sejenis pengetahuan yang berusaha mencari sebab yang sedalam-dalamnya tentang segala sesuatu berdasarkan pikiran belaka. Sementara Hasbullah Bakry, mengatakan bahwa filsafat adalah sejenis pengetahuan yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam semesta dan manusia. Plato mendefinisikan filsafat adalah pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran asli (hakiki), dan kata Aristoteles filsafat adalah peengetahuan yang meliputi kebenaran yang tergabung di dalamnya metafisika, logika, retorika, ekonomi, politik dan estetika. Selanjutnya, menurut Immanuel Kant filsafat adalah pengetahuan yang menjadi pokok pangkal segala pengetahuan yang tercakup di dalamnya empat persoalan, yaitu : (a) apa yang dapat diketahui, jawabannya adalah metafisika, (b) apa yang seharusnya diketahui, jawabannya adalah etika, (c) sampai di mana harapan kita, jawabannya adalah agama dan (d) apa itu manusia, jawabannya adalah antropologi. [[4]]

Barangkali karena rumitnya mendefinisikan filsafat dan ternyata hasilnya juga relatif sangat beragam, maka Muhammad Hatta tidak mau terlalu gegabah memberikan definisi filsafat. Menurut dia sebaiknya filsafat tidak diberikan defenisi terlebih dahulu, biarkan saja orang mempelajarinya secara serius, nanti dia akan faham dengan sendirinya. Pendapat Hatta ini mendapat dukungan dari Langeveld. Pendapat ini memang ada benarnya, sebab inti sari filsafat sesungguhnya terdapat pada pembahasannya. Akan tetapi – khususnya bagi pemula – sekedar untuk dijadikan patokan awal maka defenisi itu masih sangat diperlukan.

2.      Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang berasal dari pengamatan, studi dan pengalaman yang disusun dalam satu system untuk menentukan hakikat dan prinsip tentang hal yang sedang dipelajari.[[5]]
Dengan demikian ilmu pengetahuan dapat dikatakan sebagai pengetahuan yang ilmiah. Pengetahuan yang telah disusun secara sistematis untuk memperoleh suatu kebenaran. Ilmu pengetahuan merupakan ilmu pasti. eksak, terorganisir, dan riil.
3.       Agama
Agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya.
Kata "agama" berasal dari bahasa Sanskertaāgama yang berarti "tradisi". Sedangkan kata lain untuk menyatakan konsep ini adalah religi yang berasal dari bahasa Latin religio dan berakar pada kata kerja re-ligare yang berarti "mengikat kembali". Maksudnya dengan berreligi, seseorang mengikat dirinya kepada Tuhan.[[6]]

Baik ilmu, filsafat maupun agama bertujuan (sekurang-kurangnya berurusan dengan satu hal yang sama), yaitu kebenaran. Ilmu pengetahuan dengan metodenya sendiri mencari kebenarantentang alam dan manusia Filsafat dengan wataknya sendiri pula menghampiri kebenaran, baik tentang alam, manusia dan Tuhan. Demikian pula dengan agama, dengan karakteristiknya pula memberikan jawaban atas segala persoalan asasi yang dipertanyakan manusia tentang alam,[7]manusia dan Tuhan.[[8]]

Walau demikian baik ilmu, filsafat, maupun agama juga mempunyai hubungan lain. Yaitu ketiganya dapat digunakan untuk memecahkan masalah pada manusia. Karena setiap masalah yang di hadapi hadapi oleh manusia sangat bermcam-macam. Ada persoalan yang tidak dapat diselesaikan dengan agama seperti contohnya cara kerja mesin yang dapat dipecahkan oleh ilmu pengetahuan.
B. Relasi dan Relevansi Antara Filsafat, Ilmu Pengetahuan dan Agama
1. Jalinan Filsafat dan Agama
Terdapat beberapa asumsi terkait dengan jalinan filsafat dengan agama. Asumsi tersebu didasarkan pada anggapan manusia sebagai makhluk social. Saifullah memberikan ikhtisar dalam bagan yang lebih terperinci mengenai perbandingan jalinan agama dan filsafat.
Table perbandingan antara agama dan filsafat
Agama
Filsafat
a.      Agama adalah unsur mutlak dan sumber kebudayaan.
b.    Agama adalah ciptaan Tuhan.

c.    Agama adalah sumber-sumber asumsi dari filsafat dan ilmu pengetahuan (science).
d.   Agama mendahulukan kepercayan dari pada pemikiran.

e.    Agama mempercayai akan adanya kebenaran dan khayalan dogma-dogma agama.
a.       Filsafat adalah salah satu unsure kebudayaan.
b.      Filsafat adalah hasil spekulasi manusia.
c.       Filsafat menguji asumsi-asumsi science, dan science mulai dari asumsi tertentu.
d.      Filsafat mempercayakan sepenuhnya kekuatan daya pemikiran.
e.       Filsafat tidak mengakui dogma-dogma agama sebagai kenyataan tentang kebenaran.

Dengan demikian terlihat bahwa peran agama dalam meluruskan filsafat yang spekulatif terhadap kebenaran mutlak yang terdapat dalam agama. Sedangkan peran filsafat terhadap agama adalah membantu keyakinan manusia terhadap kebenaran mutlak itu dengan pemikiran yang kritis dan logis.[[9]]

2.      Jalinan Filsafat dan Ilmu
Antara filsafat dan ilmu mempunyai persamaan, dalam hal bahwa keduanya merupakan hasil ciptaan kegiatan pikiran manusia, yaitu berfikir filosofis, spkulatif dan empiris ilmiah. Namun ke-eksakan pengetahuan filsafat tidak mungkin diuji seperti pengetahuan ilmu. Yang pertama tersusun dari hasil riset dan eksperimen antara ilmu dan filsafat juga mempunyai perbedaan, terutama untuk filsafat menuntukan tujuan hidup sedangkan ilmu menentukan sarana untuk hidup. Filsafat disebut sebagai induk dari ilmu pengetahua.
Hal ini didasarkan pada perbedaan berikut ini
1.      Mengenai lapangan pembahasan
2.      Mengenai tujuannya
3.      Mengenai cara pembahasannya
4.      Mengenai kesimpulannya
a. Persamaan
Antara ilmu, filsafat dan agama ketiganya mempunyai tujuan yang sama yaitu memperoleh kebenaran. Walaupun dalam mencari kebenaran tersebut baik ilmu, filsafat maupun agama mempunyai caranya sendiri-sendiri.
Ilmu dengan metodenya mencari kebenaran tentang alam, termasuk manusia dan makhluk hidup yang ada di dalamnya. Filsafat dengan wataknya menghampiri kebenaran, baik tentang alam maupun manusia yang tidak dapat dijawab oleh ilmu. Sedangkan agama dengan kepribadiannya memberikan persoalan atas segala persoalan yang dipertanyakan manusia, baik tentang alam, manusia maupun tentang tuhan.[[10]]

b. Perbedaan
Filsafat adalah induk pengetahuan, filsafat adalah teori tentang kebenaran. Filsafat mengedepankan rasionalitas, pondasi dari segala macam disiplin ilmu yang ada. Filsafat juga bisa diartikan sebagai ilmu pengetahuan yang menyelidiki dan memikirkan segala sesuatunya secara mendalam dan sungguh-sungguh, serta radikal. Filsafat menghampiri kebenaran dengan cara menualangkan (mengelanakan atau mengembarakan) akal-budi secara radikal dan integral serta universal.
Agama lahir sebagai pedoman dan panduan. Agama lahir tidak didasari dengan riset, rasis atau uji coba. Melainkan lahir dari proses peciptaan zat yang berada diluar jangkauan manusia. Kebenaran agama bersifat mutlak, karena agama diturunkan Dzat yang maha besar, maha mutlak, dan maha sempurna yaitu Allah.
Ilmu pengetahuan adalah suatu hal yang dipelopori oleh akal sehat, ilmiah, empiris dan logis. Ilmu adalah cabang pengetahuan yang bekembang pesat dari waktu kewaktu. Segala sesuatu yang berawal dari pemikiran logis dengan aksi yang ilmiah serta dapat dipertanggung jawabkan dengan bukti yang konkret.
Ilmu dan filsafat, kedua-duanya dimulai dengan sikap sangsi atau tidak percaya. Sedangkan agama dimulai dengan sikap percaya dan iman.[[11]]

c. Titik Singgung
Baik ilmu, filsafat, dan agama ketiganya saling melengkapi. Karena tidak semua masalah yang ada didunia ini dapat diselesaikan oleh ilmu. Karena ilmu terbatas, terbatas oleh subjeknya, oleh objeknya maupun metodologinya. Sehingga masalah tersebut diselesaikan oleh filsafat karena filsafat bersifat spekulatif dan juga alternative.
Agama memberi jawaban tentang banyak soal asasi yang sama sekali tidak terjawab oleh ilmu, yang dipertanyakan namun tidak terjawab bulat oleh filsafat. Namun ada juga masalah yang tidak dapat dijawab oleh agama melain kan dijawab oleh ilmu.


C.Hubungan antara ilmu pengetahuan dan agama
1.    Pandangan Islam Terhadap IPTEK
               Agama islam banyak memberikan penegasan mengenai ilmu pengetahuan baik secara nyata maupuan tersamar, seperti yang tersebut dalam surat al-mujadalah ayat 11 sebagai berikut :
“Allah akan mengangkat orang-orang beriman diantara kamu sekalian yang berilmu pengetahuan beberapa drajat.”
         Maksudnya sebagai berikut: sama-sama dari golongan beriman mak allah masih akan meningkatkan derajat bagi mereka, ialah mereka yang berilmu pengetahuan. Tersebut juga dalam surat al-alaq ayat 1 sampai 5:
“Bacalah dengan menyebut nama tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan dari segumpal darah. Bacalah dan tuhanmu lah yang maha pemurah. Yang mwngajar manusia dengan perantara kalam. Dia megajarkan kamu apa-apa yang tidak diketahui.”
         Jelas bahwa pada prinsipnya kita diperintah oleh allah untuk membaca bukan saja membaca secara sempit atau membaca secara harfiah. Makna membaca diatas adalah membaca kalam allah yang tergores dalam alam semesta.
        Oleh karena itu, apabila didalam al-qur’an sering-sering disebut dengan kata-kata “berpikir” atau “berpikirlah” dan sebagainya. Dalam arti langsung maupun sindiran, dapat kita artikan juga sebagai perintah untuk mencari atau mengusai ilmu pengetahuan.
        
 Dalam al-qur’an dan al-hadits sangat banyak ayat-ayat yang menerangkan tentang hubungan antara ajaran islam dan ilmu pengetahuan  serta pemanfaatannya yang kita sebut iptek. Hubungan tersebut dapat berbentuk semacam perintah yang mewajibkan menyuruh mempelajari pernyataan-pernyataan, bahkan da yang berbentuk sindiran dan sebagainya.
         Ke semua itu tidak lain adalah menggambarkan betapa eratnya hubungan antara islam dan ilmu pengetahuan sebagai hal yang tidak dapat dipisahkan. Demikia juga tiap tindakan keilmuan mempunyai tujuan dan niat. Sebagaimana niat sangat menentukan. Apakah suatu tindakan kegiatan itu dibenarkan atau tidak, dibolehkan atau tidak, hanyalah dapat ditentukan menggunakan parameter tunggal ialah niat.
         Untuk melaksanakan perintah islam seperti naik haji, mengusai dan mengambil manfaat isi bumi untuk kesejahteraan manusia, untuk menentukan disaat mulainya puasa ramadhan dan mengakhirinya dan sebagainya, hanya dapat sempurna bila ditopang dengan iptek.[[12]]
2.      Manusia Alam Dan Tuhan, Menyepadukan Sains Dan Agaama
Penerapan sains dalam dunia modeern telah menghasilkan banyak teknologi yang membbuat kehidupan manusia lebih sehat, lebih nyaman, dan lebih aman. Sementara itu sains juga merupakan salah satu jalan untuk mencari kebenaran, yaitu kebenaran objektif. Walaupun begitu, sains cenderung menjadi otonom sehingga karenanya ia lebih sering dipandang sebagai satu-satunya jalan menuju kebenaran.
Namun dalam perjalanan sejarah beberapa abad setelah reinaisans, revolusi sains, diikuti oleh revolusi industri, pengetahuan ilmiah kita tentang diri dan alam lingkungan kita telah berubabh secara tajam. Sayangnya gambaran baru itu untuk banyak orang cenderung menegasikan gambaran yang diberikan oleh teologi agama-agama dunia yang manapun. Karena itulah agama makin ditinggalkan. Begitulah kejadiannya.
Ian barbour memilih hubungan yang keempat, yaitu integrasi. Dia menyatakan bahwa ada dua varian integrasi yang menggabungkan agama dan sains. Yang pertama disebutnya sebagai teologi natural (natural theology) dan yang kedua yang biasanya disebut sebagai teologi alam (theologi of nature). Pada varian teologi natural , menurut barbour, teologi mencari dukungan kepada penemuan-penemuan ilmiah, sedangkan pada varian teologi alam, pandangan teologis tentang alam justru harus dirubah, disesuaikan dengan penemuan-penemuan sains yang mutakhir tentang alam.
Barbour sendiri nyatanya merasa bahwa varian kedua ini yaitu teologi alam, sebagai yang paling benar dan karena itu dia menganutnya dengan setia. Oleh karena itu barbour mengamati dengan cermat rekonstruksi konsepsi teologis yang sedang terjadi dikalangan pemikir-pemikir agama. Dia memerhatikan bagaimana para teologi itu mencoba itu membuat sintesis teologis baru yang menurut mereka lebih baik dari pada teologi tradisional. Namun, pengamatannya itu dibatasi pada teologi kristen.[[13]]      





[1] Zainal Abidin, Filsafat Barat, 2011, Jakarta: Rajawali Pers, hal 9
[2] Ahmad Tafsir, Filsafat Umum, PT. Remaja Rosdakarya Bandung,  2000, hal. 9

[3] Amsal Bakhtiar, Filsafat Agama, Jakarta : Logos Wacana Ilmu, Cet. II 1999, hal.6
[4] Ahmad Tafsir, Op. Cit, hal. 10
[5] Endang Saifuddin Anshari, Ilmu, Filsafat, dan Agama, 1979, Jakarta: Bulan Bintang, hal: 15
[6] http://id.wikipe.dia.org/wiki/Agama

[8] Op. cit, Endang Saifuddin Anshari, hal: 59
[9] A. Susanto, Filsafat Ilmu: Suatu Kajian Dalam Dimensi, 2011, Jakarta: PT Bumi Aksara, hal 127
[10] ibid, hal 128
[11] Endang Saifuddin Anshari, Ilmu, Filsafat, dan Agama, 1979, Jakarta: Bulan Bintang, hal: 60

[12]Tim Perumus Fakultas Teknik UMJ Jakarta, Al-Islam dan Iptek, (Jakarta: PT Raja GrafindoPersada, 1998), h. 57.
[13]Ian  Barbour, Menemukan Tuhan Dalam Sains Kontemporer dan Agama, (Bandung: PT Mizan Pustaka, 2005), h. 9.

0 Silahkan Berkomentar Blogger 0 Facebook

Post a Comment

Sampaikanlah kritik dan saran anda yang bersifat membangun di kolom komentar untuk kesempurnaan dan kenyamanan anda dalam membaca. Terima kasih atas kerja samanya.

 
Copyright © 2014 -. Member Blog ( Mb ) All Rights Reserved. Powered by Blogger
Privacy Policy Top