PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG
Secara umum
epistemologi dapat dijelaskan sebagai cabang filsafat yang membahas ruang
lingkup dan batas-batas pengetahuan. Studi ini mencari jalan untuk memecahkan
pernyataan-pernyataan mendasar yang meliputi pengkajian sumber-sumber watak dan
kebenaran pengetahuan,[1]
yang lazimnya epistemologi disebut dengan teori pengetahuan.
Manusia pada dasarnya adalah makhluk
pencari kebenaran. Manusia tidak pernah puas dengan apa yang sudah ada, manusia
selalu mencari dan mencari kebenaran yang sesungguhnya dengan bertanya-tanya
untuk mendapatkan jawaban atau kebenaran. Kebenaran yang dimaksud disini
bukanlah kebenaran yang bersifat semu tetapi kebenaran yang bisa diukur dengan
cara-cara ilmiah. Oleh karena itu, seiring berjalannya waktu manusia tidak akan
berhenti pada satu titik tapi akan terus mencari dan melakukan penelitian untuk
memenuhi rasa keingintahuannya terhadap dunianya. Dalam ilmu logika ada sebuah
persoalan di mana suatu pengetahuan itu harus dicari kebenarannya. Maka epistemologi
muncul untuk membahas tentang bagaimana mencari suatu kebenaran dalam ilmu
pengetahuan. Untuk memahami ilmu logika maka kita harus paham juga pada
epitemologi karena keduanya saling berkaitan supaya manusia dapat mengetahui
hakikat kebenaran dalam suatu ilmu pengetahuan.
B.RUMUSAN
MASALAH
1. Apa yg di maksud dengan ilmu.?
2. Pengertian filsafat..?
3. Apa yg di maksud dengan epistemologi dan
aliran-aliran epistemologi.?
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ilmu
Hakikat ilmu sebagai sebuah rangkaian
aktivitas pemikiran rasional, kognitif, dan teleologis (tujuan). Rasional
artinya, proses aktifitas yang menggunakan kemampuan pemikiran untuk menalar
dengan tetap berpegang pada kaidah-kaidah logika. Kognitif artinya; aktivitas
pemikiran yang bertalian dengan; pengenalan, pencerapan, pengkonsepsian, dalam
membangun pemahaman pemahaman secara terstruktur guna memperoleh pengetahuan.
dan Teleologis artinya; proses pemikiran dan penelitian yang mengarah pada
pencapaian tujuan-tujuan tertentu, misalnya; kebenaran pengetahuan, serta
memberi pemahaman, penjelasan, peramalan, pengendalian, dan aplikasi atau
penerapan. Semua itu dilakukan setiap ilmuwan dalam bentuk penelitian,
pengkajian, atau dalam rangka pengembangan ilmu.
Pada dasarnya
ilmu adalah pengetahuan tentang kebenaran,sedangkan kebenaran pada hakikatnya
adalah sesuatu yang agung baik dalam penampilannya yang paling sederhana maupun
dalam bentuknya yang paling kompleks ataupun yang paling abstrak.
Ilmu
pengetahuan adalah bekal yang diperlukan untuk mempertahankan dan meningkatkan
derajat manusia. Manusia membutuhkan ilmu pengetahuan untuk menjangkau
kehidupan duniawi dan ukhrawinya. Ilmu digapai manusia untuk mendapatkan kebenaran. Kebenaran bagi kaum
ilmuwan mempunyai kegunaan khusus, yakni kegunaan yang universal bagi umat
manusia dalam meningkatkan martabat kemanusiannya.[2]
B. Pengertian
Filsafat
Filsafat
adalah ilmu yang mempelajari dengan sungguh-sungguh tentang hakikat kebenaran
sesuatu. Hakikat filsafat selalu menggunakan rasio (pemikiran), tetapi tidak semua proses berpikir disebut
filsafat.
Filsafat adalah studi tentang seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia
secara kritis dan dijabarkan dalam konsep mendasar. Filsafat tidak didalami
dengan melakukan eksperimen-eksperimen dan percobaan-percobaan, tetapi dengan
mengutarakan masalah secara persis, mencari solusi untuk itu, memberikan argumentasi
dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu. Secara
etimologi, filsafat berarti cinta kebijaksanaan dan
kebenaran. Istilah ini berasal dari bahasa Yunani, yang merupakan katan
majemuk dari Philia dan Sophia. Menurut Poedjawijatna filsafat berasal dari kata Arab yang erat hubungannya
dengan bahasa Yunani, bahkan asalnya memang dari kata Yunani, yaitu philosophia,
yang merupakan bentuk kata majemuk dari philo dan sophia. Philo berarti cinta atau keinginan dan karenanya
berusaha untuk mencapai yang diinginkan itu. Sedangkan sophia berarti kebijakan
(hikmah) atau kepandaian. Jadi filsafat adalah keinginan yang mendalam untuk
mendapatkan kepandaian atau cinta pada kebijakan.[3]
Harun Nasution juga mengatakan bahwa
filsafat berasal dari bahasa Arab, yaitu falsafa dengan wazan atau
timbangan fa’lala, fa’lalah dan fi’lal. Kalimat isim atau kata
benda dari kata falsafa ini adalah falsafah dan filsaf.
Dalam bahasa Indonesia, lanjut Harun banyak terpakai kata filsafat, padahal bukan dari kata falsafah
(Arab) dan bukan pula dari philosophy (Inggris), bahkan juga bukan
merupakan gabungan dari dua kata fill (mengisi atau menempati) dalam bahasa Inggris dengan safah
(jahil atau tidak berilmu) dalam bahasa Arab sehingga membentuk istilah filsafat.[4]
Dalam bahasa Indonesia
seseorang yang mendalami bidang falsafah disebut "filsuf".
Secara terminologi
pengertian filsafat memang sangat beragam, baik dalam ungkapan maupun titik
tekannya. Menurut Poedjawijatna, filsafat adalah sejenis pengetahuan yang
berusaha mencari sebab yang sedalam-dalamnya tentang segala sesuatu berdasarkan
pikiran belaka. Sementara Hasbullah Bakry, mengatakan bahwa filsafat adalah
sejenis pengetahuan yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai
ketuhanan, alam semesta dan manusia. Plato mendefinisikan filsafat adalah pengetahuan
yang berminat mencapai kebenaran asli (hakiki), dan kata Aristoteles filsafat adalah peengetahuan yang
meliputi kebenaran yang tergabung di dalamnya metafisika, logika, retorika,
ekonomi, politik dan estetika. Selanjutnya, menurut Immanuel Kant filsafat
adalah pengetahuan yang menjadi pokok pangkal segala pengetahuan yang tercakup
di dalamnya empat persoalan, yaitu : (a) apa yang dapat diketahui, jawabannya
adalah metafisika, (b) apa yang seharusnya diketahui, jawabannya adalah etika,
(c) sampai di mana harapan kita, jawabannya adalah agama dan (d) apa itu
manusia, jawabannya adalah antropologi.[5]
Barangkali karena rumitnya
mendefinisikan filsafat dan ternyata hasilnya juga relatif sangat beragam, maka
Muhammad Hatta tidak mau terlalu gegabah memberikan definisi filsafat. Menurut
dia sebaiknya filsafat tidak diberikan defenisi terlebih dahulu, biarkan saja
orang mempelajarinya secara serius, nanti dia akan faham dengan sendirinya.
Pendapat Hatta ini mendapat dukungan dari Langeveld. Pendapat ini memang ada
benarnya, sebab inti sari filsafat sesungguhnya terdapat pada pembahasannya. Akan tetapi – khususnya bagi pemula – sekedar untuk
dijadikan patokan awal maka defenisi itu masih sangat diperlukan.
Jika diuraikan mengenai pengertian
filsafat di tinjau dari segi arti bahasanya dapat disimpulkan bahwa filsafat
adalah:
1. Pengetahuan tentang kebijaksanaan
2. Mencari
kebenaran
Peodjawijatna (1974:1) menyatakan
bahwa kata filsafat berasal dari kata Arab yang menghubungkan rpat dengan kata
Yunani, bahkan asalnya memang dari Yunani kata hilosophia merupakan kata
majemuk yang terdiri atas philo dan sophia; philo artinya cinta dalam arti yang
luas, yaitu ingin, dan karena itu lalu berusaha mencapai yang diinginkan itu;
sophia artinya kebijakan yang artinya pandai, pengerian yang mendalam. Jadi,
menurut namanya saja filsafat boleh diartikan ingin mencapai pandai, cinta pada
kebijakan.[7]
Secara
filosifis, kesukaran memberikan definisi filsafat disebabkan oleh hal-hal
berikut:
1.
Setiap orang bergerak memberikan definisi
filsafat sesuai dengan pengetahuan sebatas yuang diketahuinya. Oleh karena itu,
perbedaan dalam memberikan definisi menjadi hal yang wajar;
2.
Setiap filosof memiliki pengalaman
sendiri-sendiri dengan kehidupan yang dihadapinya, dan definisi dapat diangkat
dari berbagai skituasi dan kondisi yang beragam sepanjang berkaitang dengan realitas
kehidupan empirik para filosof; Filsafat sering dinamakan secara luas untuk
semua ruang lingkup pengetahuan yang ujung-ujungnya berakhir dengan anggapan
bahwa filsafat merupakan induk ilmu pengetahuan;
3.
Filsafat juga dilegalisasikan secara rasional sebagai
pembuat ideologi dan keyakonan tertentu, bahkan ada yang berpandangan bahwa
agama tercifta oleh filsafat;
4.
Tidak jarang yang berpandangan membingungkan
orang lain, berbicara berbelit-belit mengaku dirinya sedangan berfilsafat,
kalau tidak membingungkan orang atau bahkan dirinya sendiri, bukanlah filsafat;
5.
Batasan bagi filsafat sekedar mendudukkan
filsafat sebagai objek kajian dalam ilmu pengetahuan, meskipun filsafat berbeda
dengan ilmu dan dengan pengetahuan;
6. Setiap orang yang memberikan perpecahan
pemikiran dan hikma-hikma bagi kehidupan manusia dikatakan sebagai filosof,
sehingga para filosof adalah guru bagi semua manusia.
Efistemologi
A.
Pengertian Epistemologi
Epistemologi berasal
dari bahasa yunani, yaitu episteme yang berarti knowledge atau pengetahuan dan
logy berarti teori. Oleh sebab itu, epistemologi diartikan sebagai teori
pengetahuan,[8]
atau cabang filsafat yang membahas hakikat ilmu pengetahuan manusia.
Epistemologi selain dianggap sebagai
cabang filsafat yang membahas pengetahuan manusia, sering diindentikan dengan
asumsi-asumi teoritis yang mendasari suatu pendapat ataupun bangunan
pengetahuan manusia. Terjadinya perbedaan pada tataran bangunan pengetahuan
sangat ditentukan oleh perbedaan epistemologi.[9]
secara umum, pengetahuan manusia dibagi atas tiga kategori, yaitu pengetahuan
sains, pengetahuan filsafat dan mistik.[10]terjadinya
perbedaan jenis pengetahuan manusia ini disebabkan oleh kontruksi epistemologi
yang berbeda diantara ketiganya. Ada beberapa pendapat yang mengemukakan pengertian
epistemologi. D.W Hamlyn mengemukakan bahwa epistemologi merupakan cabang
filsafat yang berurusan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan, dasar dan pengandaiannya serta secara umum hal itu
dapat diandalkannya sebagai penegasan bahwa orang memiliki pengetahuan.
Dagobert D. Runes mengemukakan bahwa
epistemologi is the branch of philoshophy which investigates the origin,
structure, methods and validity of knowledge.[11]
Azyumardi Azra, mengemukakan bahwa
epistemologi merupakan ilmu yang membahas tentang keaslian, pengertian,
struktur, metode dan raliditas pengetahuan.
Abu Haromain, Al Barbasy mengemukakan bahwa
epistemologi adalah ilmu yang mengkaji tentang watak sumber-sumber dan
kebenaran pengetahuan.
Berdasarkan pengertian diatas
dapat dipahami bahwa, epitemologi adalah ilmu yang mengkaji tentang sumber,
hakikat dan metode pengetahuan untuk memperoleh kebenaran dalam suatu ilmu
pengetahuan. Oleh karena itu epistemologi muncul agar manusia dapat mengambil
suatu keputusan untuk bertindak berdasarkan ilmu yang diperolehnya dari hasil
penggunaan akal pikiran, perasaan dan kesadarannya.
B.
Aliran-aliran dalam Epistemologi
Dalam persoalan
epistemologi berpusat pada apakah yang ada, yang memuat:
1.
Apakah
sumber-sumber pengetahuan itu ? Dari mana pengetahuan benar itu datang ? dan
bagaimana kita dapat mengetahui ? ini semua adalah problema asal pengetahuan
(origin)
2. Apakah yang menjadi karakteristik
pengetahuan ? Adakah dunia riil di luar akal, apabila ada dapatkah diketahui ?
ini semua adalah problema penampilan (appearance)
3. Apakah pengetahuan kita benar ?
Bagaimana membedakan antara kebenaran dan kekeliruan ? ini semua adalah
problema mencoba kebenaran (verification).[12]
Adapun aliran-aliran yang telah
mengemukakan jawaban terhadap persoalan tersebut, yang terbagi dalam empat
aliran utama yaitu:
a. Rasionalisme
Rasionalisme berpendirian bahwa
sumber pengetahuan terletak pada akal bukan karena rasionalisme mengingkari
nilai pengalaman paling-paling di pandang sebagai jenis perangsang bagi
pikiran. Para penganut rasionalisme yakin bahwa kebenaran dan kesesatan
terletak didalam ide kita dan bukannya di dalam diri barang sesuatu.[13]
Bagi penganut Rasionalisme, sumber
pengetahuan manusia didasarkan pada innate iddea (ide bawaan) yang dibawa
manusia sejak lahir. Menurut Descartes ide bawaan tersebut terbagi atas tiga
kategori, yaitu:
1. Cogitans atau pemikiran, bahwa secara fitrah
manusia membawa ide bawaan yang sadar bahwa dirinya adalah makhluk yang
berfikir. Dari sinilah keluar statement descartes yang sangat terkenal, yaitu
cogito ergo sum yaitu aku berfikir maka aku ada.
2.
Allah
atau deus, manusia secara fitrah memiliki ide tentang suatu wujud yang sempurna
dan wujud yang sempurna itu adalah Allah swt.
3.
Extensia
atau keluasan, yaitu ide bawaan manusia materi yang memiliki keluasan dalam
ruang.
Ketiga ide bawaan tersebut dijadikan
aksioma pengetahuan dalam filsafat rasionalisme yang tidak lagi diragukan lagi
kebenarannya. Dalam metode pencapaian pengetahuan, Descartes memperkenalkan
metode keraguan (dibium methodium), yaitu meragukan segala sesuatu termasuk
segala hal yang telah dianggap pasti dalam kerangka pengetahuan manusia. Proses
pengetahuan inilah yang kemudian mengantarkan manusia sampai pada pengetahuan
yang valid dan diterima kebenarannya secara pasti.[14]
Berdasarkan penjelasan diatas dapat dipahami bahwa rasionalisme sangat bahwa
rasionalisme sangat menekankan fungsi rasio atau akal dalam mencapai kebenaran
pengetahuan. Bukan berarti rasionalisme mengingkari peranan indra dalam
memperoleh pengetahuan, akan tetapi, bagi rasionalisme data-data yang dibawa
oleh indra masih belum jelas dan kacau, bahkan terkadang menipu. Akallah yang
kemudian mengatur laporan indra tersebut sehingga dapat terbentuk pengetahuan
yang benar.
[7] Ahmad
Tafsir, Filsafat Umum Akal Dan Hati Sejak
Thales Sampai Capra (Cet.I; Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009), h. 9
4
[9]
Ayi Sofyan, Kapita Selekta Filsafat,
(Cet.I; Bandung: Pustaka Setia, 2010), h. 212
[10]
Ahmad Tafsir, Filsafat Umum, (Cet.IX;
Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), h. 23
[13]
Juhaya S Praja, op.cit., h. 26
0 Silahkan Berkomentar Blogger 0 Facebook
Post a Comment
Sampaikanlah kritik dan saran anda yang bersifat membangun di kolom komentar untuk kesempurnaan dan kenyamanan anda dalam membaca. Terima kasih atas kerja samanya.