PENDAHULUAN

         A. Latar Belakang

Banyak model yang dapat digunakan dalam pengembangan kurikulum. Pemilihan suatu model pengembagan kurikulum bukan saja didasarkan atas kelebihan dan kebaikan kebaikannya serta kemungkinan pencapaian hasil yang optimal,  tetapi juga perlu disesuaikan dengan sistem pendidikan dan sistem pengelolaan pendidikan yang dianut serta model konsep pedidikan mana yang digunakan.
Model pengembangan kurikulum dalam sistem pendidikan dan pengelolaan yang sifatnya sentralisasi berbeda dengan yang desentralisasi . model yang pengembangan kurikulum yabg sifatnya subjek akademis berbeda dengan kurikulum humanistik, teknologis dan rekontruksi sosial.
Dari uraian diatas maka, dalam makalah ini akan di bahas mengenai model-model perkembangan kurikulum.

B.     Rumusan Masalah

1.         Bagaimana pengertian model perkembangan kurikulum ?
2.         Bagaimana model-model pengembangan kurikulum ?

C.    Tujuan Penulisan

1.    Untuk mengetahui pengertian model kurikulum.
2.    Untuk mengetahui model-model pengembangan kurikulum.

PEMBAHASAN


A.         Pengertian Model Pengembangan Kurikulum

Model pada dasarnya merupakan pola yang memberikan petunjuk untuk bertindak pada hampir setiap bentuk aktifitas pendidikan. Seringkali kita kurang cermat dalam menggunakan istilah model di dalam pendidikan. Sebuah model pada prinsipnya harus mampu menawarkan sebuah solusi untuk masalah pendidikan. Sebuah model juga dapat dicoba untuk memecahkan sebuah permasalahan khusus dunia pendidikan. Selain itu, sebuah model biasanya dibuat atau dikembangkan dengan meniru dan memodifikasi sebuah pola model yang lebih besar.
Pengembangan kurikulum merupakan alat untuk membantu guru melakukan tugasnya mengajar/menyajikan bahan, menarik minat siswa, dan memenuhi kebutuhan masyarakat. Beane, Toepfer dan Allesi menyatakan perencanaan atau pengembangan kurikulum adalah suatu proses di mana partisipan pada berbagai level membuat keputusan tentang tujuan, tentang bagaimana tujuan direalisasi melalui belajar mengajar, dan apakah tujuan dan alat itu serasi dan efektif.[1]

B.          Model-Model Pengembangan Kurikulum

Sekurang kurangnya dikenal delapan model pengembangan kurikulum yaitu, the administrative (line staff) model, the gras roots model, beaucham’s sistem, the demonstrations model, Taba’s inverted model, Roger’s interpersonal

relation model, the systematic action researh model dan emerging techanical model.
1.    The Administrative Model
Model pengembangan kurikulum ini merupakan model paling lama dan paling banyak dikenal. Diberi nama model administratif atau line staff  karena inisiatif dan gagasan pengembangan datang dari para administrator pendidikan dan menggunakan prosedur administrasi. Dengan wewenang administrasinya, administrator pendidikan (apakah dirjen, direktur atau kepala kantor  wilayah pendidikan dan kebudayaan) membentuk suatu komisi atau tim pengarah pengembangan kurikulum.  Anggota anggota komisi atau tim ini terdiri atas , pejabat di bawahnya , para ahli pendidikan, ahli kurikulum, ahli disiplin ilmu, dan para tokoh dari dunia kerja dan perusahaan. Tugas tim atau komisi ini adalah merumuskan konsep-konsep dasar, landasan-landasan, kebijaksanaan, dan strategi utama dalam pengembangan kurikulum. Setelah hal yang mendasar ini terumuskan dan mendapatkan pengkajian yag saksama,  administrator pendidkan menyusun tim atau komisi kerja pengembangan kurikulum. Para anggota tim atau komisi ini terdiri atas parah ahli pendidikan/kurikulum, ahli disiplin ilmu perguruan tinggi, guru guru bidang studi yang senior. Tim kerja pegembangan kurikulum bertugas menyusun kurikulum yang sesungguhnya yang lebih operasional, dijabarkan dari konsep- konsep dan kebijaksanaan dasar yang telah digariskan oleh tim pengarah. Tugas tim kerja ini merumuskan tujuan tujuan yang lebih operasional dari tujuan-tujuan yang lebih umum,  memilih dan menyusun sekuensi bahan pelajaran, memilih strategi pengajaran dan evaluasi, serta menyusun pedoman pedoman pelaksanaan kurikulum tersebut bagi guru guru.
Setelah semua tugas dari tim kerja pengembang tersebut selesai, hasilnya dikaji ulang oleh tim pengarah serta parah ahli lain yang berwenang atau pejabat yang kompeten. Setelah mendapatkan beberapa penyempurnaan, dan dinilai telah cukup baik, administrator pemberi tugas menetapkan berlakunya kurikulum tersebut serta memerintahkan sekolah sekolah untuk melaksanakan kurikul tersebut. Karena sifatnya yang datang dari atas,  model pengembangan kurikulum demikian disebut juga model ”top down”atau”line staff”.
Pengembangan  kurikulum dari atas, tidak selalu segera berjalan, sebab menuntut kesiapan dari pelaksanaannya terutama guru guru. Mereka perlu mendapatkan petunjuk petunjuk dan penjelasan atau mungkin juga peningkatan pengetetahuan dsn keterampilan. Kebutuhan akan adanya penataran sering tidak dapat dihindarkan.
Dalam pelaksanaan kurikulum tersebut, selama tahuu tahun permulaan diperlukan pula adanya kegiatan monitoring, pengamatan dan pengawasan serta bimbingan dalam pelasanaannya. Setelah berjalan beberapa saat perlu juga dilakukan suatu evaluasi, untuk menilai baik validitas kompenen kompenennya, prosedur pelaksanaan maupun keberhasilannya. Penilaian menyeluruh dapat dilakukan oleh tim khusus dari tingkat pusat atau daerah, sedang penilan persekoalah dapat dilakukan oleh tim khusus sekola yang bersangkutan. Hasil penilaian tersebut merupakan umpan balik, baik bagi instansi pendidikan ditingkat pusat ,daerah,maupun sekolah.
2.    The Grass Roots Model
Model pengembangan ini merupakan lawan dar model pertama. Inisiatif dan upayah pengembangan kurikulum ,bukan datang dari atas tapi datang dari bawah, yaitu guru guru atau sekolah. Model pengembangan kurikulum yang pertama, digunakan dalam sistem pengelolaan pendidikan/kurikulum yang bersipat sentralisasi, sedangkan model grass rotss akan berkembang dalam sistem pendidikan yang bersipat desentralisasi. Dalam model pengembangan yang bersipat grsss roots seorang guru, sekelompok guru atau keseluruhan guru disuatu sekolah mengadakan upayah pengembangan kurikulum. Pengembangan atau penyempurnaan ini dapat berkenaan dengan suatu komponen kurikulum, satu atau beberapa bidang studi ataupun seluruh bidang studi atau komponen kurikulum.
Apabila kondisinya telah memungkinkan, baik dilihat kemampuan giru guru, fasilitas, biayah maupun bahan bahan kepustakaan, pengembangan kurikulum model grass rotss, akan lebih baik. Hal itu didasarkan atas pertimbangan bahwa guru adalah perencana, pelaksana, dan juga penyempurna dari pengjaran di kelasnya. Dialah yang paling tahu kebutuhai kelasnya. Hal itu sesuai dengan prinsip prinsip pengembangan kurikulum yang dikemukakan oleh  Smith, Stanley dan Shores (1957:429).
Pengembangan kurikulum yang bersipat grass rotss, mungkin hanya berlaku untuk bidang studi tertentu atau skolah tertentu, tetapi mungkin pula digunakan untuk bidang studi sejenis pada sekolah lain, atau keseluruhan bidang studi sejenis pada sekolah lain. Atau keseluruhan bidang studi pada sekolah atau daerah lain. Pengembangan kurikulum yang bersifat desentralisasi dengan model grass roots, memungkinkan terjadinya kompetisi didalam meningkatkan mutu dan sistem pendidikan, yang pada gilirannya akan manusia manusia yang lebih mandiri dan kreatif.  
3.    Beaucamp’s System
Model pengembangan kurikulum ini, Dikembangkan oleh beauchamp seorang ahli kurikulum. Beucham mengemukakan lima hal dalam pengembangan suatu kurikulum.
Pertama, menetapkan arena atau lingkup wilayah yang akan dicakup oleh kurikulum tersebut, apakah suatu sekolah, kecamatan, kabupaten, provinsi ataupun seluruh negara. Pentahapan arena ini ditemukan oleh wewenang yang dimiliki oleh pengambil kebijaksanaan  dalam pengewmbangan kurikulum, serta oleh tujuan  pengembangan kurikulum. Walaupun daerah yang menjadi wewenang kepala kanwil pendidikan dan kebudayaan mencakup suatu wilayah propinsi, tetapi arena pengembangan kurikulum hanya mencakup satu daerah kabupaten saja sebagai pilot proyek.
Kedua, menetapkan personalia, yaitu siapa siapa yang turut serta terlibat dalam pengembangan kurikulum. Ada empat kategori dalam pengembangan kurikulum yaitu:
a.    para ahli pendidikan / kurikulum yang ada pada pusat pengembangan kurikulum dan para ahli bidang ilmu dari luar.
b.    para ahli pendidikan dari perguruan tinggi  atau sekolah dan guru guru terpilih.
c.    para profesional dalam sistem pendidikan
d.   profesional lain dan tokoh tokoh masyarakat. 
Beaucham mencoba melibatkan parah ahli dan tokoh tokoh pendidikan seluas munkin, yang bisanya pengaruh mereka kurang langsung terhadap kurikulum, dibanding dengan tokoh tokoh lain seperti, para penulis dan penerbit buku, parah pejabat pemerintah, politikus, dan pengusaha serta industriawan. Penetapan personalia ini sudah tentu disesuaikan dengan tingkat dan luas wilayah arena.
Sebaliknya untuk tingkat propinsi atau nasional tidak terlalau banyak melibatkan guru. Sebaliknya untuk tingkat kabupaten, kecamatan atau sekolah keterlibatan guru guru semakin besar. Mengenai keterlibatan kelompok kelompok personalia ini.
Ketiga, organisasi dan prosedur pengembangan kurikulum. Langkah ini berkenaan dengan prosedur yang harus di tempuh dalam merumuskan tujuan umum dan tujuan yang lebih khusus, memilih isi dan pengalaman belajar, serta kegiatan evaluasi, dan dalam menentukan keselurihan desain kurikulum. Beaucham membagi keseluruhan kegiatan ini dalam lima langkah, yaitu;
a.    Membentuk tim pengembangan kurikulum.
b.    Mengadakan penilaian atau penelitian terhadap  kurikulum yang sedang digunakan.
c.    Studi penjajagan tentang kemungkinan penyusunan  kurikulum baru.
d.   Merumuskan kriteria kriteria bagi penentuan kurikulum baru.
e.    Penyusunan dsan penulisan kurikulum baru.
Keempat, implementasi kurikulum. langkah ini merupakn langkah untuk meniginplementasikan atau melaksanakan kurikulum yang bukan sesuatu yang sederhana, sebab membutuhkan kesiapan yang menyeluruh
,baik kesipan guru guru, siswa, pasilitas, bahan maupun biayah, disamping kesiapn manajerial dari pimpinan sekolah atau administrator setempat.
Langkah yang kelima dan merupakan terakhir adalah evaluasi kurikulum .
Ini minimal mencakup empat hal, yaitu.
a.     evaluasi tentang pelaksanaan kurikulum oleh guru guu
b.    evaluasi desain kurikulum
c.     evaluasi hasil belajar siswa
d.    evaluasi dari keseluruhan sistem kurikulum. Data yang diperoleh dari hasil kegiatan evaluasi ini digunakan bagi penyempurnaan sistem dan desain kurikulum, serta prinsip perinsip melaksanakannya.
4.    The Demonstration Model
Model demonstrasi pada dasarnya bersipat grass roots, datang dari bawa. Model ini di prakarsai oleh sekelompok guru atau sekelompok guru bekerja sama dengan ahli yang bermaksut mengadakan perbaikan kurikulum. model ini umumnya berskala kecil, hanya mencakup suatu atau beberapa sekolah, suatu komponen kurikulum atau mencakup keseluruhan komponen kurikulum. karena sipatnya ingin mengubah atau mengganti kurikulum yang ada, pengembangan kurikulum yang sering pendapat tentang dari pihak pihak tertenu.
Menurut Smith, Stanley, dan Shores ada dua pariasi model demonstrasi ini. Pertama, sekelompok guru dari suatu sekolah atau beberapa sekolah di tunjuk untuk melaksanakan suatu percobaan tentang pengembangan kurikulum. proyek ini bertujuan mengadakan penelitian dan pengembangan tentang salah satu atau beberapa segi, komponen kurikulum. Hasil penelitian dan pengembangan ini di harapkan dapat di gunakan bagi lingkungan yang lebi luas. Kegiatan penelitian dan pengembangan ini biasanya di perakarsai dan di organisasi oleh instansi pendidikan yang berwenang seperti, direktorat  pendidikan, pusat pengembangan kurikulum, kantor wilayah dan kebudayaan, dan sebagainya.
Bentuk yang kedua, kurang bersipat normal. Beberapa orang guru yang merasa kurang puas dengan kurikulum yang ada, mencoba mengadakan penelitian dan pengembangan sendiri. Mereka mencoba menggunakan hal hal lain yang berbeda dengan yang berlaku dengan kegitan ini mereka mengharapkan ditemukan kurikulum atau aspek tertentuh dari kurikulum yang lebih baik, untuk kemudian digunakan di daerah yang lebih luas.
Ada beberapa kebaikan dari pengembanagan kurikulum dengan model demonstrasi ini.  pertama, karena kurikulum disusun dan dilaksanakan dalam sistem tertentu yang nyata maka akan dihasilkan suatu kurikulum atau aspek tertentu dari kurikum yang lebih praktis.
5.      Taba’s Inverted Model 
Menurut cara yang bersipat tradisional pengembangan kurikulum dilkukan secara efektif dengan urutan:
a.    Penentuan prinsip dengan kebijaksaan dasar
b.    Merumuskan desain kurikulum yang bersipat menyeluruh didasarkan atas komitmen komitmen tertentu
c.    Menyusun unit unit kurikulum sejalan dengan desain yang menyeluruh
d.   Melaksanakan kurikulum didalam kelas
Taba berpendapat model deduktif ini kurang cocok, sebab tidak merangsang timbulnya inovasi inovasi. Menurutnya pengembangan kurikulum yang lebih mendorong inovasi dan kreatifitas guru guru adalah yang bersipat induktif yang merupakan infersi atau arah terbaik dari model. Lima langkah pengembangan kurikulum model taba ini.
Pertam, mengadakan unit unit ekpriment bersama guru guru. Didalam unit ekprimen ini diadakan studi yang saksama tentan hubungan antara teori dan praktek. Perencanaan didasarkan atas teori yang kuat, dan pelaksanaan ekprimen di dalam kelas menghasilkan data data yang untuk menguji landasan teori yang digunakan . Ada delapan langkah dalam kegitsn unit ekprimen ini;
1.    Mendiagnosis kebutuhan
2.    Merumuskan tujuan tujuan khusus
3.    Memilih isi
4.    Mengorganisasi isi
5.    Memilih pengalaman belajar
6.    Mengorganisasi pengalaman belajar
7.    Mengevaluasi
8.    Meliat sekuen dan keseimbangan (Taba,1962:347-379).
Langkah kedua, menguji unit eksprimen. Meskipun ekprimen ini telah diuju dalam pelaksanaan dikelas ekprimen, tetapi masih harus diuji di kelas kelas atau tempat lain untuk mengetahui validitas dan kepraktisannya, serta menghimpun data bagi penyempurnaan.
Langkah ketiga, mengadakan revisi dan konsolidasi. Dari langkah pengujian diperoleh beberaoa data, data tersebut digunakan untuk mengadakan perbaikan dan penyempurnaan. Selain perbaikan dan penyempurnaan diadakan juga kegitan konsolidasi, yaitu penarikan kesimpulan tentang hal hal yang lebih bersipat umum yang berlaku dalam lingkungan yang lebih luas. Hal itu dilakukan, sebab meskipun satu unit eksprimen telah cukup valid dan praktis pada sesuatu sekolah belum tentu demikian juga pada sekolah yang lainnya. Untuk menguji keberlakuannya pada saerah yang lebih luas perlu adanya kegitan konsolidasi
Langkah keempat, pengembangan keseluruhan kerangka kutikulum. Apa bila dalam kegiatan penyempurnaan dan konsolidasi telah diperoleh sipatnya yang lebih menyeluruh atau berlaku lebih luas, hal itu masih perlu dikaji oleh parah ahli kurikulum dan para profesional parah shli hukum lainnya. Kegiatan itu perlu diketahui apakah konsep konsep dasar atau landasan landasan teori yang dipakai sudah masuk dan sesuai.
Langkah kelima, implementasi dan diseminasi, yaitu menerapkan kurikulum baru ini pada daerah atau sekolah sekolah yang lebih luas. Didalam lankah ini masalah dan kesulitan kesulitan pelaksanaan tetapi dihadapi, baik berkenaan dengan kesiapan guru guru, fasilitas alat dan bahan juga biaya.
6.    Roger’s Interpersonal Relations Model
Menurut Rogers manuasia berada dalam proses perubahan (Becoming, Developimg, Changing), sesungguhnya ia mempunyai kekuatan dan potensi untuk berkembang sendiri, tetapi karena ada hambatan-hambatan tertentu ia membutuhkan orang laing untuk membantu memperlancar dan mempercepat perubahan tersebut. Guru serta pendidik lainnya bukan pemberi informasi apalagi penentu perkembangan anak, mereka hanyalah pendorong dan pemelancar perkembangan anak.
Ada empat langkah  perkembangan kurikulum model Rogers
a.     Pemilihan target dari sistem pendidkan
b.    Parsitipasi guru dalam pengalaman kelompok yang intensif
c.     Pengembangan pengalaman kelompok yang intensif untuk satu kelas atau unit pelajaran
d.    Parsitipasi orang tua dalam kegiatan kelompok
7.     The Systematic Action-Research Model
Model kurikulum ini di dasarkan pada asumsi bahwa perkembangan kurikulum merupakan perubahan sosial. Hal itu mencakup suatu proses yang melibatkan kepribadian orang tua, siswa guru, struktur sistem sekolah, pola hubungan pribadi dan kelompok dari sekolah dan masyarakat. Sesuai dengan asumsi tesebut model ini menekankan pada tiga hal yaitu hubungan insani, sekolah dan organisasi masyaarakat, serta wibawah dan pengetahuan propesional.
Kurikulum dikembangkan dalam konteks harapan warga masyarakat, para orang tua, masyarakat, pengusaha, siswa, dan lain lain, mempunyai pandangan tentang bagaimana pendidikan, bagaimana anak belajar, dan bagaimana peranan kurikulum dalam pendidikan dan pengajaran. Penyusunan kurikulum harus memasukkan pandangan dan harapan masyarakat, dan salah satu cara untuk mencapai hal itu adalah dengan prosedur action research.
Langkah pertama, mengadakan kajian secara saksama tentang masalah masalah kurikulum, berupa pengumpulan data yang bersipat menyeluruh, dan mengidentifikasi fsktor faktor, kekuatan dan kondisi yang mempengaruhi masalah tersebut. Dari hasil kajian tersebut dapat disusun rencana yang menyeluruh tentang cara cara mengtasi masalah tersebut, serta tindakan pertama yang harus diambil.
Kedua implementasi dari keputusan yang diambil dalam tindakan pertama. Tindakan ini segera diikuti oleh kegiatan pengumpulan data dan fakta fakta. Kegiatan pengumpulan data ini mempunyai beberapa pungsi
a.     Menyiapakan data bagi evaluasi tindakan
b.    Sebagai bahan pemahaman tentang masalah yang dihadapi
c.     Sebagai bahan untuk menilai kembali dan mengadakan modivikasi
d.    Sebagai bahan untuk menentukan tindakan lebih lanjut.
8.    Emerging Technical Models
Perkembangan bidang tekhnologi dan ilmu pengetahuan serta nilai nilai efisiensi efektifitas dalam bisnis, juga mempengaruhi perkembangan model model kurikulum. Tumbuh kecendrungan-kecenderungan baru yang didasarkan atas hal itu, di antaranya
1.    The Behavoiral Analys midel,
2.    The system Analsys model
3.     The computer based model[2]







[1]https://s3.amazonaws.co.m/academia.edu.documents/35030450/Paper_Model-model_Pengembangan_Kurikulum.pdf. di ambil pada tanggal 6 Oktober 2017
[2]Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, (cet; 14, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010), h. 161-170

2 Silahkan Berkomentar Blogger 2 Facebook

Sampaikanlah kritik dan saran anda yang bersifat membangun di kolom komentar untuk kesempurnaan dan kenyamanan anda dalam membaca. Terima kasih atas kerja samanya.

 
Copyright © 2014 -. Member Blog ( Mb ) All Rights Reserved. Powered by Blogger
Privacy Policy Top